Prestasi Timnas Jeblok, Dosen UMM: Sepak Bola Belum Jadi Profesi Menjanjikan
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Sejumlah pesepak bola Timnas Indonesia berselebrasi usai mengalahkan Malaysia dalam laga perebutan medali perunggu sepak bola SEA Games 2021 Vietnam di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi, Vietnam, Ahad (22/5/2022). Indonesia meraih medali perunggu setelah mengalahkan Malaysia dalam babak adu penalti dengan skor 4-3. | Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Gelaran SEA Games 2022 baru saja berakhir. Di cabang sepak bola, tim nasional (timnas) Indonesia hanya menempati peringkat ketiga usai mengalahkan Malaysia.
Hal itu menarik perhatian Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Askot Malang yang juga sekaligus Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Haris Thofly. Menurut dia, raihan timnas di ajang tersebut belum maksimal. Maka itu, diperlukan evaluasi mendalam agar bisa mendapatkan prestasi yang lebih membanggakan.
"Apalagi Indonesia sudah lama tidak merasakan juara," kata Haris dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (27/5/2022).
Di sisi lain, Haris percaya Shin Tae Yong (STY) bisa membawa timnas ke jalur yang benar dan mampu berbicara banyak di kompetisi bergengsi. Apalagi, STY sering memainkan pemain-pemain muda. Hal itu patut diapresiasi dalam rangka memunculkan bakat-bakat potensial yang bisa berkiprah di liga Eropa dan Asia.
Haris mengatakan, pada dasarnya sepak bola usia dini Indonesia cukup membanggakan. Namun, masalahnya terletak pada proses junior ke senior. Banyak aspek yang melatarbelakangi fenomena layunya performa para pemain. Salah satunya yakni profesi sepak bola Indonesia yang belum menjanjikan untuk dijadikan mata pencaharian sehari-hari.
Sepak bola di Indonesia memang masih belum 100 persen menjadi profesi yang menjanjikan dalam menyambung kehidupan. Terlebih, sepak bola di Indonesia masih dalam proses menjadi sebuah industri.
Pembina UKM Sepak Bola UMM ini menilai ada banyak tantangan yang harus dihadapi untuk membina sepak bola usia muda. Lebih lanjut, salah satu cara melatih anak-anak adalah dengan sering diajak mengikuti turnamen, terutama turnamen resmi. Sebab, hal itu mampu mengasah mentalitas dan teknik.
"Bagi saya, yang terpenting anak usia muda minimal harus 25 kali bertanding dalam turnamen resmi," ucap Dosen FH UMM itu.
Lebih lanjut, ia menilai pembinaan usia muda cukup berat. Oleh sebab itu, untuk menanganinya diperlukan pelatih yang sudah memiliki lisensi tinggi, bukan yang berlisensi rendah. Bahkan hal itu sudah diterapkan sepak bola eropa sejak lama.
Menurut dia, dasar-dasar sepak bola harus dilakukan dan diterapkan secara benar dengan pelatih yang sudah terbukti secara akademik. Selain itu, juga bisa melakukan kolaborasi institusi pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Hal ini bertujuan apabila di tempat belajar mereka mendapatkan prasarana yang memadai, maka akan mudah untuk menemukan pemain andal.
Di samping itu, Indonesia juga harus mampu membuat kompetisi profesional yang baik. Hal itu akan berefek pada bagusnya fisik, mental, teknik dan psikis pemain muda. Lebih lanjut, PSSI seharusnya melahirkan kompetisi dari seluruh kategori usia muda.
Tanpa adanya kompetisi bagus, tak akan ada pula pemain muda yang bagus. Salah satunya seperti yang akan dilakukan pada 17 hingga 19 Juni. "Akan ada Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Forum Sekolah Sepak Bola Indonesia (FOSSBI) U-12 di stadioun UMM,” ucapnya.
Haris berpesan agar pemain muda terus mengasah diri dan mencari jalan menuju sepak bola profesional. Menurutnya, menjadi pahlawan tidak hanya saat mengusir penjajah, tetapi juga mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Oleh karena itu, dia menaruh harapan besar terhadap sepak bola Indonesia apalagi melihat anak-anak muda yang potensial dan melimpah.