Jumat 27 May 2022 09:09 WIB

Pengamat Pertanyakan Pemerintah Angkat TNI-Polri Jadi Pj Kepala Daerah

Penjabat gubernur, wali kota, dan bupati sebaiknya ditunjuk ASN atau sekda saja.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kementerian Dalam Negeri membolehkan penjabat kepala daerah dari unsur TNI-Polri.
Foto: Republika
Kementerian Dalam Negeri membolehkan penjabat kepala daerah dari unsur TNI-Polri.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menyarankan, sebaiknya pemerintah mengoptimalkan aparatur sipil negara (ASN) sebagai penjabat (Pj) kepala daerah. Hal itu lebih baik dibandingkan menetapkan perwira TNI-Polri menjadi pj gubernur, wali kota, dan bupati.

"Kalau buat saya, sebaiknya memang dioptimalkan terlebih dari ASN non TNI/Polri. Ini kan problem mencegah muncul sentimen negatif di publik ya. Karena ini seakan-akan memunculkan, kalau kita ingat dulu ada Dwifungsi ABRI, bahwa TNI Polri masuk kembali ke ranah sipil," kata Firman ketika dihubungi melalui telepon di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Jumat (27/5/2022).

Firman menilai dalam kondisi kekhususan atau tertentu menjadi wajar jika pemerintah mengizinkan perwira militer dan kepolisian aktif bisa menjadi pj kepala daerah selama mereka bertugas di luar struktural organisasi TNI-Polri. Hal tersebut terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia yang ada dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah.

Juga, ada sejumlah daerah yang membutuhkan figur netral dan TNI-Polri di tingkatan tertentu tak terlibat politik lokal. "Jadi memang banyak dibutuhkan orang-orang untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah. Tentu ada keterbatasan dari pejabat sipil," kata Firman.

Dia menyarankan jika memang pemerintah memutuskan TNI-Polri menjadi menjadi pj kepala daerah maka harus ditempatkan sosok yang mengerti atau paham akan kondisi lokal. "Misalnya kalau dulu di Jawa Barat ada Pak Irwan Bule (Kapolda Moch Iriawan). Salah satu pertimbangannya beliau pernah jadi Kapolda Jawa Barat," kata Firman.

Dia juga menilai juga pejabat ASN yang ditunjuk menjadi penjabat kepala daerah oleh pemerintah maka hal tersebut bisa menimbulkan konflik kepentingan. Karena itu, ia lebih sreg jika sekretaris daerah (sekda) dipilih sebagai pj gubernur. "Misalnya kalau sekda yang ditunjuk. Sekda itu bagaimana pun bisa menimbulkan konflik kepentingan dalam konteks kepentingan pilkada," kata Firman.

Dia juga mengusulkan agar pemerintah memberikan penjelasan yang transparan kepada publik terkait penetapan seorang tokoh menjadi penjabat kepala daerah. Hal tersebut, kata Firman, agar publik menjadi paham tentang alasan penunjukan seorang penjabat kepala daerah dan menghindari kecurigaan tertentu dari publik.

"Pemerintah menurut saya tinggal memberikan penjelasan kepada publik. Kenapa kemudian harus TNI-Polri yang ditunjuk. Itu yang harus dijelaskan ke publik, jangan sampai ada kesan pemerintah tidak transparan," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement