Jumat 27 May 2022 13:23 WIB

Epidemiolog Unair Kritisi Narasi Kebijakan Pelonggaran Masker

Kebijakan pelonggaran dinilai membuat masyarakat beranggapakan sudah bebas masker

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nur Aini
Pedagang masker menunggu pembeli di salah satu gerai di Pasar Pramuka, Jakarta, Jumat (20/5/2022). Seiring dengan diberlakukannya kebijakan pelonggaran pemakaian masker pada masa transisi menuju endemi, sejumlah pedagang masker di Pasar Pramuka mengaku mengalami penurunan jumlah permintaan. Pada bulan Juli 2021 pedagang mampu menjual sebanyak 8 karton atau 40 kardus kecil dan kini penjualan sebanyak 2 sampai 4 dus kecil dalam sehari. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pedagang masker menunggu pembeli di salah satu gerai di Pasar Pramuka, Jakarta, Jumat (20/5/2022). Seiring dengan diberlakukannya kebijakan pelonggaran pemakaian masker pada masa transisi menuju endemi, sejumlah pedagang masker di Pasar Pramuka mengaku mengalami penurunan jumlah permintaan. Pada bulan Juli 2021 pedagang mampu menjual sebanyak 8 karton atau 40 kardus kecil dan kini penjualan sebanyak 2 sampai 4 dus kecil dalam sehari. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo menyarankan, narasi yang dibangun soal pelonggaran masker sebaiknya berupa anjuran. Hal itu mengingat, terbangun anggapan masyarakat bahwa di luar ruangan sudah bebas masker. Padahal, kata dia, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa pelonggaran masker diperbolehkan bila tidak berkerumun.

“Atau orang yang sedang sakit seperti batuk, pilek, dan gejala yang menunjukan penyakit Covid-19 harus memakai masker, baik di dalam maupun luar ruangan,” ujarnya, Jumat (27/5/2022).

Baca Juga

Windhu menambahkan, seharusnya ada narasi tambahan yang digunakan dalam kebijakan pelonggaran masker. Hal itu terutama terkait informasi jika di dalam ruangan atau tempat tertutup maupun transportasi publik tetap wajib memakai masker, misalnya di sekolah, rumah ibadah, kantor, dan pabrik. 

Sementara di luar ruangan, sebaiknya ada narasi lain yang mengisyaratkan penggunaan masker di luar ruangan tetap dianjurkan. Artinya, hanya dalam kondisi tertentu seperti tidak berkerumun atau ada kepadatan, yang diperbolehkan membuka masker di luar ruangan.

“Kalau orang lebih suka pakai masker ya tetap lakukan. Jadi, seharusnya penggunaan narasinya berupa anjuran. Nah narasi itu tidak ada ketika presiden mengumumkan itu,” ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement