Jumat 27 May 2022 16:32 WIB

Sebut TNI/Polri Boleh Jadi Pj Kepala Daerah, Mahfud MD Tuai Kritik

Pemerintah tak boleh semena-mena menempatkan orang menjadi penjabat kepala daerah.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti saat diwawancarai wartawan.
Foto: Republika/Febryan.A
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti saat diwawancarai wartawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti menyesalkan, sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyebutkan tidak ada peraturan yang melarang TNI/Polri menjadi penjabat kepala daerah. Menurut dia, sikap ini mencerminkan pemerintah pusat ingin memperkuat konsolidasi kekuasaan.

"Itu kalau dibaca secara teks. Tapi, pembacaan secara teks itu memperkuat posisi, memperjelas posisi, bahwa pemerintah yang diwakili Pak Mahfud itu melihat demokrasi dengan kaca mata minimalis, bukan dalam semangat mengembangkan demokrasi, bukan dalam semangat memperkuat kualitas demokrasi, tapi dalam semangat memperkuat konsolidasi kekuasaan," ujar Ray dalam diskusi daring bertajuk Pro-Kontra Tentara Jadi PJ Kepala Daerah, Jumat (27/5/2022).

Dia mengatakan, seharusnya Mahfud MD tidak hanya menjelaskan soal boleh atau tidak boleh TNI/Polri menjadi penjabat kepala daerah. Akan tetapi, kata Ray, semestinya Mahfud MD menegaskan, pengisian kekosongan jabatan kepala daerah pada 2022 dan 2023 bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi.

Konstitusi pun menegaskan, tugas dan fungsi pokok TNI/Polri ialah dalam bidang pertahanan dan keamanan. Undang-Undang (UU) pun membatasi TNI/Polri aktif dapat menduduki jabatan sipil, yakni hanya untuk jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung. 

Untuk itu, dia pun mempertanyakan, apakah pemerintah menganggap penjabat kepala daerah merupakan jabatan yang memiliki tugas dan fungsi pokok di bidang pertahanan dan keamanan negara. Alasan TNI/Polri aktif diangkat menjadi penjabat kepala daerah hanya karena yang bersangkutan telah menduduki jabatan di instansi yang diperbolehkan di atas.

Ray menyebut, pemerintah hanya berpandangan tindakan yang diambil tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Menurut dia, cara berpikir seperti ini merupakan penganut paham demokrasi minimalis, yakni yang memahami demokrasi hanya sekadar tidak melanggar aturan.

"Saya pribadi amat menyayangkan, kalau pada akhirnya tokoh seperti Pak Mahfud MD juga ikut di dalam barisan ini. Di dalam barisan yang memandang demokrasi semata-mata urusan boleh tidak boleh, urusan diperkenankan oleh undang-undang dan seperangkat aturannya atau tidak. Cara berpikir yang seperti ini pada dasarnya tidak menyumbang pada peningkatan kualitas demokrasi kita," kata dia.

Ray mengatakan, konstitusi mengamanatkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah memberikan rambu-rambu pengisian kekosongan jabatan kepala daerah berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi yakni partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas

Untuk melaksanakan tiga prinsip di atas secara terukur dan jelas, MK kemudian memerintahkan agar pemerintah membuat peraturan pelaksana mengenai pengangkatan penjabat kepala daerah. Dia menegaskan, pemerintah tak boleh semena-mena menempatkan orang menjadi penjabat kepala daerah.

"Pikirannya yang penting pusat menguasai daerah, enggak bisa. Ini urusan berdemokrasi. Urusan penjabat ini akan memimpin orang di daerah," tutur Ray. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement