REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Harga rajungan di tingkat nelayan di Kabupaten Indramayu anjlok. Kondisi itu disebut terjadi akibat terdampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan ekspor komoditas tersebut jadi terhambat.
Salah seorang nelayan rajungan asal Desa Pabean Udik, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Tusidi (37 tahun), menjelaskan, dalam kondisi normal, harga rajungan utuh (belum dibuang cangkangnya) berkisar antara Rp 120 ribu - Rp 150 ribu per kilogram di tingkat nelayan. Namun, sudah hampir sebulan terakhir, harga rajungan anjlok hingga hanya Rp 60 ribu per kilogram.
Menurut Tusidi, rajungan tersebut dijual oleh para nelayan secara langsung kepada pengepul. Sebagian besar pengepul itu berasal dari Cirebon. Dari pengepul, rajungan selanjutnya dijual ke pabrik untuk kemudian diekspor ke negara-negara Eropa.
"Rajungan memang komoditas ekspor, (nelayan) tidak jual untuk pasar lokal," kata Tusidi, saat ditemui Republika di atas perahunya yang sedang ditambatkan di muara Sungai Prajagumiwang, Kecamatan Indramayu, Ahad (29/5).
Tusidi mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya, penyebab anjloknya harga jual rajungan itu disebabkan karena terdampak perang Rusia- Ukraina. Pihak pabrik, disebut sulit untuk melakukan ekspor sejak pecahnya perang tersebut.
Tusidi menjelaskan, selama ini para nelayan rajungan memang tidak menjual rajungan ke pasaran lokal. Pasalnya, harga jual rajungan ke pasaran lokal lebih rendah dibandingkan untuk ekspor.
Tusidi menyebutkan, rajungan kupas (yang telah dibuang cangkangnya) dihargai Rp 500 ribu-Rp 700 ribu per kilogram untuk ekspor. Sedangkan rajungan kupas untuk pasaran lokal, hanya dihargai sekitar Rp 300 ribu per kilogram.
"(Karena ekspor sulit) ada juga pengepul yang menjual untuk pasaran lokal, tapi sedikit dan harganya murah," kata Tusidi.
Akibat anjloknya harga rajungan, Tusidi mengaku, memilih untuk tidak melaut sejak dua pekan terakhir. Pasalnya, jika memaksakan diri untuk melaut, maka dia akan menderita kerugian karena harga jual rajungan tidak sebanding dengan modal melaut maupun tenaga yang dikeluarkannya.
Tusidi menyebutkan, biasa melaut di sekitar perairan Indramayu untuk mencari rajungan dengan menggunakan kapal berukuran empat gross ton (GT). Modal yang dikeluarkannya sekitar Rp 5 juta - Rp 6 juta untuk melaut selama delapan sampai sepuluh hari.
Selama melaut itu, rajungan yang diperoleh Tusidi rata-rata satu kuintal. Dengan harga rajungan yang kini hanya Rp 60 ribu per kilogram di tingkat nelayan, maka tidak ada keuntungan yang diperolehnya.
"Eman-eman (sayang-sayang) tenaga, lebih baik tidak melaut dulu sampai harga kembali membaik," ucap Tusidi, yang sudah tidak melaut sejak dua pekan terakhir.
Hal senada diungkapkan nelayan rajungan lainnya, Nuryadi. Dia pun mengaku ragu-ragu untuk melaut karena khawatir modal yang dikeluarkan tidak bisa kembali akibat anjloknya harga rajungan. "Harga rajungan turun drastis," keluhnya.
Nuryadi mengatakan, dari informasi yang diberikan bos/pengepulnya, anjloknya harga rajungan itu disebabkan ekspor yang terhambat. "Kata bos (penyebab anjloknya harga rajungan) karena ekspornya macet," tutur Nuryadi.
Ditemui terpisah, Kabid Pemberdayaan Nelayan Kecil Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Indramayu, Rachmat Yulianto, mengaku, belum mengetahui penyebab anjloknya harga rajungan. Namun, dia mengakui pemasaran rajungan, hasil tangkapan nelayan selama ini memang untuk ekspor. "Rajungan memang merupakan komoditas ekspor," kata Rachmat.
Rachmat menambahkan, pihaknya pun sempat memberikan pelatihan mengupas cangkang rajungan. Hal itu diharapkan bisa menambah perekonomian nelayan karena bisa menjual rajungan kupas dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan menjual rajungan utuh.