Ahad 29 May 2022 21:29 WIB

Iran Pamerkan Pangkalan Drone Bawah Tanah

Tayangan televiai menunjukkan deretan pesawat tak berawak yang dilengkapi rudal.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi drone. Iran Pamerkan Pangkalan Drone Bawah Tanah
Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Ilustrasi drone. Iran Pamerkan Pangkalan Drone Bawah Tanah

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Militer Iran memamerkan pangkalan drone bawah tanah pada Sabtu (29/5/2022), di tengah ketegangan yang memanas di Teluk. Televisi pemerintah mengatakan 100 pesawat tak berawak disimpan di jantung pegunungan Zagros, termasuk Ababil-5, yang dilengkapi dengan rudal Qaem-9, versi udara-ke-permukaan, buatan Iran.

“Tidak diragukan lagi drone angkatan bersenjata Republik Islam Iran adalah yang paling kuat di kawasan itu. Kemampuan kami untuk meningkatkan drone tidak dapat dihentikan,” kata Komandan Militer Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi.

Baca Juga

Koresponden televisi pemerintah Iran mengatakan, dia telah melakukan penerbangan helikopter selama 45 menit pada Kamis (27/5/2022) dari Kermanshah di Iran barat ke situs drone bawah tanah rahasia, yang lokasi detailnya dirahasiakan. Koresponden tersebut diizinkan melepas penutup matanya setelah tiba di pangkalan.

Tayangan televiai menunjukkan deretan pesawat tak berawak yang dilengkapi dengan rudal di sebuah terowongan. Pangkalan drone tersebut terletak beberapa ratus meter di bawah tanah.

Laporan televisi itu muncul sehari setelah Garda Revolusi Iran menyita dua kapal tanker Yunani di Teluk. Penyitaan ini sebagai pembalasan atas penyitaan  minyak Iran oleh Amerika Serikat di sebuah kapal tanker yang ditahan di lepas pantai Yunani.

Pihak berwenang Yunani bulan lalu menyita kapal tanker Pegas berbendera Iran, dengan 19 awak Rusia di dalamnya, karena sanksi Uni Eropa.  Amerika Serikat kemudian menyita kargo minyak Iran yang disimpan di kapal dan berencana mengirimkannya ke Amerika Serikat dengan kapal lain.

Pegas kemudian dibebaskan. Tetapi penyitaan itu memicu ketegangan di tengah upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir atau JCPOA. Pada 2018, Amerika Serikat di bawah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, secara sepihak keluar dari JCPOA dan kembali menerapkan sanksi terhadap Teheran.

Sanksi tersebut membuat perekonomian Iran memburuk. Sejak saat itu, Iran mulai melanggar batas peningkatan uranium hingga mendekati level senjata nuklir. Namun, Iran berdalih, peningkatan pengayaan uranium tersebut bertujuan untuk bidang medis. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement