REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris membuat permohonan yang sangat berapi-api untuk larangan senjata serbu. Ini ia katakan ketika menghadiri pemakaman Ruth Whitfield (86 tahun) yang tewas dalam penembakan di sebuah supermarket di Buffalo pada 14 Mei lalu.
Penembakkan tersebut terjadi hanya 10 hari sebelum serangan penembakan di sebuah sekolah dasar di Texas yang menewaskan 19 anak dan dua orang guru. Harris menegaskan bahwa sudah waktunya untuk mengatakan 'cukup sudah' bagi kekerasan senjata di Amerika.
"Semua orang harus berdiri dan setuju bahwa ini seharusnya tidak terjadi di negara kita dan kita harus memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu tentang hal itu," katanya kepada para jemaah di pemakaman, dikutip laman BBC, Ahad (29/5/2022).
Dia menambahkan, bahwa solusinya jelas dan termasuk hal-hal seperti pemeriksaan latar belakang dan larangan senjata serbu. "Apakah kamu tahu apa itu senjata serbu?" dia bertanya, melanjutkan: "Itu dirancang untuk tujuan tertentu: untuk membunuh banyak manusia dengan cepat. Senjata serbu adalah senjata perang, tanpa tempat, tanpa tempat dalam masyarakat sipil," katanya.
Pria bersenjata berusia 18 tahun dalam penembakan di Uvalde memiliki dua senapan semi-otomatis AR-15, setidaknya satu di antaranya dilaporkan telah dia beli setelah ulang tahunnya. Setelah dia ditembak mati, polisi menemukan amunisi sebanyak 1.657 butir dan 60 magazin di tangannya.
Sementara pelaku penembakan di Buffalo, New York yang juga berusia 18 tahun, sebelumnya telah melakukan kontak dengan pihak berwenang, tetapi tidak ada tanda bahaya yang muncul ketika dia secara legal membeli senjata AR-15 miliknya sendiri.
"Mengapa ada orang yang bisa membeli senjata yang bisa membunuh manusia lain tanpa setidaknya mengetahui, 'Hei, apakah orang itu pernah melakukan kejahatan kekerasan sebelumnya? Apakah mereka ancaman terhadap diri mereka sendiri atau orang lain? Itu masuk akal," kata Harris.
Namun, upaya untuk melakukan pemeriksaan latar belakang universal dan larangan senjata serbu telah menghadapi hambatan. Masalah ini memecah belah di AS. Hampir semua anggota Partai Demokrat mendukung kontrol yang lebih kuat, dibandingkan dengan hanya 24 persen dari Partai Republik.
Lobi senjata National Rifle Association (NRA) yang kuat menggunakan anggarannya yang besar untuk mempengaruhi anggota Kongres dalam kebijakan senjata. Pada Jumat pekan ini, mantan presiden dari Partai Republik, Donald Trump menyerukan bukan untuk kontrol senjata yang lebih ketat, tetapi untuk sekolah yang lebih terlindungi.
Berbicara pada pertemuan NRA, Trump mengatakan bahwa warga S yang layak harus diizinkan menggunakan senjata api untuk membela diri dari kejahatan. Pada hari yang sama, terungkap polisi tidak memasuki ruang kelas di Uvalde, Texas, karena penembak aktif di dalam.
Sebaliknya, ketika anak-anak memanggil layanan darurat untuk meminta bantuan mereka menunggu 40 menit. Presiden AS Joe Biden diperkirakan akan membuat seruannya sendiri untuk kontrol senjata yang lebih ketat selama kunjungan ke Uvalde pada Ahad (29/5/2022). Pada Sabtu dia mendesak orang Amerika untuk membuat suara mereka didengar melawan kekerasan senjata.