Senin 30 May 2022 07:02 WIB

Kunjungan Anggota Parlemen Sayap Kanan Israel Picu Kerusuhan di Yerusalem

Munculnya Ben-Gvir mendorong kerumunan warga Palestina melemparkan batu

Pawai bendera di Yerusalem. Seorang anggota parlemen sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir bergabung dalam kerumunan dan memicu kerusuhan
Foto: AP/Maya Alleruzzo
Pawai bendera di Yerusalem. Seorang anggota parlemen sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir bergabung dalam kerumunan dan memicu kerusuhan

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM  -- Seorang anggota parlemen sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir bergabung dengan sejumlah pendukung ultranasionalis memasuki situs suci paling sensitif di Yerusalem pada Ahad (29/5/2022) pagi. Munculnya Ben-Gvir mendorong kerumunan warga Palestina melemparkan batu dan kembang api ke arah polisi Israel.

Kerusuhan meletus menjelang pawai massa ultranasionalis Israel pada Ahad malam. Pawai melalui jantung Kawasan Muslim di Kota Tua, Yerusalem. Sekitar 3.000 polisi Israel dikerahkan di seluruh kota menjelang pawai

Israel mengatakan pawai itu bertujuan untuk merayakan penaklukan Israel atas Yerusalem timur, termasuk Kota Tua, dalam Perang Timur Tengah 1967.  Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota.  Tetapi orang-orang Palestina, menginginkan Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan. Tahun lalu, pawai bendera memicu perang 11 hari antara Israel dan kelompok militan Gaza.

Ben-Gvir, yang merupakan pemimpin partai oposisi ultranasionalis dan pengikut mendiang rabi rasis, Meir Kahane, memasuki Kompleks Al-Aqsa pada Ahad pagi bersama dengan puluhan pendukungnya. Orang-orang Palestina meneriakkan “Allahuakbar” ketika Ben-Gvir, yang ditemani oleh polisi Israel, meneriakkan “hidup orang-orang Yahudi.”  

Kemudian, kerumunan orang Palestina yang dibarikade di dalam masjid melemparkan kembang api dan batu ke arah polisi. Kepala polisi nasional Israel, Kobi Shabtai, mengatakan, pasukannya siap untuk “setiap skenario” dan telah mengambil tindakan secara profesional bila diperlukan.

"Kami tidak akan membiarkan penghasut atau perusuh untuk menyabotase acara hari ini dan mengganggu hukum dan ketertiban," kata Shabtai.

Polisi Israel telah berulang kali menghadapi demonstran Palestina yang melempar batu di Kompleks Masjid Al-Aqsa dalam beberapa bulan terakhir. Sering kali polisi Israel membalasnya dengan menembakkan peluru karet dan granat kejut.

Pada saat yang sama, sekitar 19 warga Israel telah dibunuh oleh penyerang Palestina di Israel dan Tepi Barat dalam beberapa pekan terakhir. Sementara lebih dari 35 warga Palestina telah tewas dalam operasi militer Israel di Tepi Barat.  Banyak dari mereka yang tewas adalah gerilyawan Palestina, dan beberapa warga sipil, termasuk jurnalis veteran Aljazirah Shireen Abu Akleh. Polisi Yerusalem secara internasional diktitik karena memukuli pelayat di pemakaman Abu Akleh dua minggu lalu.

Di bawah pengaturan lama yang dikenal sebagai “status quo,” peziarah Yahudi diizinkan memasuki kompleks Al-Aqsa tetapi mereka tidak diizinkan untuk berdoa.  Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pengunjung Yahudi telah meningkat secara signifikan, termasuk beberapa yang terlihat sedang berdoa dengan sembunyi-sembunyi dan menyamar sebagai Muslim.

Tindakan seperti itu telah memicu ketakutan Palestina bahwa Israel berencana untuk mengambil alih atau membagi kompleks Al-Aqsa. Israel membantah klaim tersebut. Mereka mengatakan tetap berkomitmen pada status quo.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement