REPUBLIKA.CO.ID, UVALDE - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Ibu Negara Jill Biden menyeka air mata ketika mengunjungi penghormatan terakhir para korban penembakan di Sekolah Dasar Robb, Texas, Ahad (29/5/2022) waktu setempat. Presiden juga berupaya memberikan ketenangan bagi para keluarga yang ditinggalkan.
"Lakukan sesuatu," teriak massa di luar Gereja Katolik Hati Kudus ketika Biden keluar setelah menghadiri misa.
"Kami akan," jawab Presiden.
Keluarga Biden bertemu secara pribadi dengan keluarga korban dan penyintas selama beberapa jam sebelum kemudian bertemu secara tertutup dengan responden pertama. "Kami berduka bersama Anda. Kami berdoa bersama Anda. Kami mendukung Anda. Kami berkomitmen untuk mengubah rasa sakit ini menjadi tindakan," kata Biden di sore hari sebelum mengakhiri kunjungannya.
Kunjungan ke Texas adalah perjalanan presiden ketiga Biden ke lokasi penembakan massal. Termasuk kunjungan awal bulan ini ke Buffalo, New York, di mana seorang pria bersenjata telah membunuh 10 orang kulit hitam di sebuah toko kelontong.
Sementara itu dalam penembakan terbaru di Texas, polisi mengatakan, pelaku pria bersenjata, Salvador Ramos (18 tahun) memasuki sekolah pada Selasa pekan lalu dengan membawa senapan semi-otomatis AR-15 setelah sebelumnya menembak neneknya sendiri. Neneknya dikabarkan selamat.
Kurangnya tanggapan pihak kepolisian dalam penembakan di sekolah dasar teresbut menjadi kritik publik. Departemen Kehakiman AS mengatakan akan meninjau tanggapan penegakan hukum setempat atas permintaan Walikota Uvalde Don McLaughlin.
"Saya merasa kasihan pada mereka karena mereka harus hidup dengan kesalahan karena hanya berdiam diri," kata salah satu keluarga dari yang anak yang terunuh, Julian Moreno tentang tanggapan polisi Uvalde.
Kepala Patroli Perbatasan AS Raul Ortiz membela tindakan agensinya. "Ketika agen saya mendapat telepon, mereka langsung berguling secepat mungkin," kata Ortiz.
Komandan di tempat, kepala departemen kepolisian distrik sekolah, percaya pria bersenjata itu bukan lagi penembak aktif, tetapi malah dibarikade di dalam dan bahwa anak-anak tidak lagi dalam bahaya. Penembakan Uvalde sekali lagi menempatkan kontrol senjata di puncak agenda negara, beberapa bulan menjelang pemilihan paruh waktu November. Para pendukung undang-undang senjata yang lebih kuat berargumen bahwa pertumpahan darah terbaru merupakan titik kritis.
Biden, seorang Demokrat, telah berulang kali menyerukan reformasi besar pada undang-undang senjata Amerika. Namun tidak berdaya untuk menghentikan penembakan massal atau meyakinkan Partai Republik bahwa kontrol yang lebih ketat dapat membendung pembantaian tersebut.