Senin 30 May 2022 14:13 WIB

Hukum Kerja Sama Pengelolaan Tanah untuk Pertanian

Dalam fiqih, muzaraah adalah akad kerja sama pemilik tanah dan petani.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Seorang petani membajak sawah untuk masa tanam padi kedua di Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Selasa (24/5/2022). Hukum Kerja Sama Pengelolaan Tanah untuk Pertanian
Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
Seorang petani membajak sawah untuk masa tanam padi kedua di Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Selasa (24/5/2022). Hukum Kerja Sama Pengelolaan Tanah untuk Pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik kerja sama pengelolaan lahan pertanian sudah sering dilakukan masyarakat Indonesia. Biasanya pemilik lahan bekerja sama dengan petani untuk menghadap lahannya. Namun bagaimana hukumnya dalam fiqih Islam?

Pengajar Rumah Fiqih Indonesia yang juga alumni Universitas Islam Muhammad Ibnu Saud Arab Saudi, Ustadz Muhammad Abdul Wahab menjelaskan muzaraah berasal dari kata zara'a bermakna menanam sedang mukharabah berasal dari kata kharaba bermakna membelah lahan untuk ditanami. Dalam fiqih, muzaraah adalah akad kerja sama pemilik tanah dan petani dimana petani diizinkan menanam di tanah miliknya dengan kesepakatan bagi hasil dengan nisbah atau bagian tertentu dari hasil panen.

Baca Juga

Jika modal benih berasal dari pemilik lahan disebut muzaraah. Adapun jika berasal dari petani atau penggarap disebut mukharabah.

Ustadz Wahab mengatakan pada muzaraah objeknya adalah tanaman, seperti padi, sayuran dan lainnya. Selain itu hasil panen dari lahan yang digarap dibagi dua antara pemilik lahan dan penggarap dengan bagian sesuai kesepakatan.

Modal muzaraah adalah lahan atau tanah kosong yang diserahkan pada petani untuk ditanami dan digarap sampai panen. Akad muzaraah upahnya adalah bagian tertentu dari hasil panen yang tentu jumlahnya tidak dapat diketahui secara pasti karena tergantung pada seberapa banyak hasil yang didapat saat panen, bisa jadi banyak, sedikit atau bahkan gagal panen sehingga tidak menghasilkan. 

"Umum sekali dalam masyarakat Indonesia muzaraah dilakukan. Petani biasanya tidak punya lahan sehingga bekerja di lahannya orang, bagi hasil. Ada pengusaha lahannya banyak, cuma dia nggak mungkin kerjakan sendiri, akhirnya petani diberdayakan disitu. Itu umum terjadi," kata Ustadz Wahab dalam kajian Rumah Fiqih Indoensia beberapa hari lalu. 

Lebih lanjut ia menjelaskan di antara alasan akad muzaraah adalah pemilik memiliki lahan sendiri tapi tidak mampu mengelola, ada juga karena pemilik lahan memberikan kesempatan bagi orang yang tak punya lahan sehingga terjadi tolong-menolong, ada juga karena pemilik ingin dapat uang tanpa menggarap secara langsung lahannya. Dari sisi penggarap, akad muzaraah terjadi karena penggarap tidak memiliki lahan, keinginan mendapatkan hasil tambahan, atau hanya memiliki lahan yang terbatas. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement