REPUBLIKA.CO.ID, SUVA -- Menteri Luar Negeri China Wang Yi, pada Senin (30/5/2022) mengadakan pertemuan penting dengan para menteri luar negeri dari 10 negara Pasifik di Fiji. Melalui pertemuan tersebut, Wang berharap ada kesepakatan baru yang mencakup berbagai bidang mulai keamanan hingga perikanan.
Investasi China di negara-negara Pasifik, salah satunya di Fiji telah disambut dengan baik. Seorang karyawan perusahaan infrastruktur China di Fiji,
Georgina Matilda, merasakan keuntungan yang cukup besar karena dapat bekerja di perusahaan tersebut. Matilda mengatakan, ekonomi keluarganya membaik dan dia dapat menyiapkan makanan untuk anak-anaknya sejak bergabung dengan China Railway. Seperti sebagian besar warga Fiji, Matilda melihat keuntungan dalam investasi asing dari mana pun asalnya, selama mengangkat derajat rakyat.
"Saya pikir orang China sangat baik mau datang ke Fiji. Mereka membawakan kami rumah yang lebih besar. Mereka membawa uang di Fiji. Mereka orang baik," ujar seorang warga Fiji lainnya, Miliane Rokolita.
Pendekatan China ke negara-negara Pasifik telah meningkatkan kekhawatiran internasional, terkait ambisi militer dan keuangan Beijing di wilayah tersebut. Presiden Negara Federasi Mikronesia, David Panuelo, mengatakan kepada para pemimpin negara Pasifik lainnya bahwa dia tidak akan mendukung rencana China. Panuelo memperingatkan bahwa, kehadiran China di Pasifik dapat meningkatkan ketegangan geopolitik dan mengancam stabilitas regional.
"Ini adalah satu-satunya kesepakatan yang paling mengubah permainan di Pasifik dan dalam kehidupan kita. Ini dapat membawa era Perang Dingin baru dan Perang Dunia yang paling buruk," ujar Panuelo.
Draf perjanjian yang diperoleh The Associated Press menunjukkan bahwa, China ingin melatih petugas polisi Pasifik, termasuk bekerja sama dalam keamanan tradisional dan nontradisional, dan memperluas kerja sama penegakan hukum. China juga ingin mengembangkan rencana kelautan untuk perikanan, mencakup tangkapan tuna yang menguntungkan di Pasifik.
China ingin meningkatkan kerja sama dalam menjalankan jaringan internet di kawasan Pasifik, dan mendirikan Institut Budaya Konfusius. China juga menyebutkan kemungkinan membentuk kawasan perdagangan bebas dengan negara-negara Pasifik.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Kamis (26/5/2022) mengatakan, China merupakan ancaman jangka panjang yang lebih serius daripada Rusia. Menurut Blinken, China adalah satu-satunya negara yang berniat untuk membentuk kembali tatanan internasional melalui kekuatan ekonomi, diplomatik, militer, dan teknologi.
"Visi Beijing akan menjauhkan kita dari nilai-nilai universal yang telah menopang begitu banyak kemajuan dunia selama 75 tahun terakhir," ujar Blinken.