Selasa 31 May 2022 16:07 WIB

Untuk Kebutuhan Tertentu, Penjabat dari TNI/Polri Dinilai Bisa Diterima

Prioritas menjaga kesinambungan pembangunan menjadi fokus pusat.

Red: Muhammad Hafil
Untuk Kebutuhan Tertentu, Penjabat dari TNI/Polri Dinilai Bisa Diterima. Foto: Pelantikan pejabat (ilustrasi)
Foto: Mufti Nurhadi/Republika
Untuk Kebutuhan Tertentu, Penjabat dari TNI/Polri Dinilai Bisa Diterima. Foto: Pelantikan pejabat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penunjukan penjabat (Pj.) gubernur maupun bupati/wali kota berasal dari TNI yang menduduki jabatan tinggi madya dan pratama dapat diterima untuk memenuhi kebutuhan spesifik daerah tertentu. Penunjukan itu juga sah karena Undang-Undang (UU) menyediakan jalan untuk itu.

Hal itu dikatakan oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala saat menanggapi polemik pengisian jabatan Pj. kepala daerah berlatar belakang TNI/Polri di beberapa daerah. Di antaranya penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Pj. Bupati Seram Barat, Provinsi Maluku.

Baca Juga

"Saya dapat menerima logika yang dijelaskan Menkopolhukam bahwa seorang TNI yang ada di luar struktur dapat ditunjuk untuk jabatan yang setara di ranah sipil. Bila jabatan itu setingkat eselon 1 dan 2, maka pangkatnya disetarakan dengan JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi) pratama dan madya," kata Adrianus belum lama ini.

Hal ini sejalan dengan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PPU-XX/2022, paragraf 3.13.3. MK menyitir UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Aturan itu mengatakan, anggota TNI/Polri dimungkinkan menjabat di kementerian dan lembaga sipil tertentu yang jumlahnya mencakup 10 kementerian/lembaga.

Salah satu lembaga sipil tersebut adalah Badan Intelijen Negara (BIN), lembaga tempat Brigjen Andi Chandra menjabat sebelum dipilih menjadi Pj. Bupati Seram Barat.

Adrianus mengatakan, putusan MK menyatakan bahwa sepanjang seseorang (seperti Brigjen Andi Chandra), sedang menjabat sebagai pimpinan tinggi madya atau pratama, maka yang bersangkutan dapat diangkat sebagai Pj. kepala daerah.

Adrianus menilai, penunjukan Andi Chandra secara hukum memenuhi persyaratan dan tak melanggar ketentuan yang dipersyaratkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khususnya pada Pasal 201.

Meskipun demikian, Adrianus menilai pertimbangan yang paling relevan bagi penugasan penjabat kepala daerah berlatar belakang TNI/Polri terletak pada kompetensi dan rekam jejak yang secara spesifik dibutuhkan oleh daerah.

"Misalnya untuk wilayah yang rawan konflik diperlukan penjabat yang memiliki pengalaman dan rekam jejak yang relevan, dan mereka yang berlatar belakang TNI menjadi pilihan yang logis," kata mantan Ketua Dewan Guru Besar FISIP UI itu.

Adrianus menilai, penunjukan perwira militer sebagai Pj. Bupati Seram Barat tidak terlepas dari potensi konflik horizontal di daerah tersebut, utamanya terkait dengan batas wilayah. Konflik yang telah berlangsung sejak 2021 itu mencakup sembilan wilayah kabupaten.

Menurut Adrianus, Andi Chandra cukup dikenal memiliki catatan karier dalam mendeteksi, menangani, serta mereduksi konflik. Pengalaman Andi Chandra selaku Kabinda Sulawesi Tengah, menurut Adrianus, menjadi alasan paling realistis bagi pemerintah untuk memilihnya.

"Kita tahu bahwa Sulteng juga termasuk wilayah konflik," kata Adrianus.

Prioritas menjaga kesinambungan pembangunan, menurut Adrianus selalu menjadi fokus pemerintah pusat manakala di hadapkan pada pergantian kepemimpinan di daerah. Diperlukan adanya kepastian bahwa Pj. yang ditunjuk mampu menjaga stabilitas politik, pemerintahan dan keamanan, di samping pelayanan publik.

Adrianus menilai, adanya anggapan yang menyatakan langkah ini akan mengembalikan secara terselubung dwifungsi ABRI sebagai sesuatu kekhawatiran yang berlebihan.

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, pemilihan penjabat kepala daerah dari calon berlatar belakang TNI aktif diperbolehkan oleh UU maupun Peraturan Pemerintah serta putusan MK.

Ia menunjuk UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatakan, TNI dan Polri tidak boleh bekerja di luar institusi TNI kecuali di 10 institusi kementerian dan lembaga. Sedangkan Pasal 20 UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN menyebutkan anggota TNI Polri dapat masuk ke birokrasi sipil dengan jabatan struktural yang setara.

Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 mempertegas hal itu yang menyebutkan bahwa TNI/Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberi jabatan struktural yang setara.

Adapun putusan MK, menurut Mahfud, menyebutkan bahwa anggota TNI dan Polri yang menduduki jabatan tinggi madya atau pratama, boleh menjadi Pj. kepala daerah.

"Itu sudah putusan MK," kata Mahfud, merujuk pada putusan MK Nomor 15 Tahun 2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement