REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) menilai industri kaca di Indonesia semakin berkembang dari negara lain. Hal ini didorong sebanyak 85 persen bahan baku pembuatan kaca tersedia di Indonesia.
Ketua II AKLP Putra Narjadin mengatakan pemerintah perlu mendorong industri kaca agar dapat bersaing dengan negara lain. “Namun kebijakan pemerintah yang sempat menaikkan harga gas yang tinggi membuat banyak produsen kaca terpaksa menaikkan harga kaca. Akibatnya kita kalah saing dengan negara lain seperti Malaysia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (1/6/2022).
Namun menurutnya pandemi tidak menurunkan antusiasme industri dunia untuk mengikuti pameran terbesar industri kaca dunia Glasstec 2022. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan dan pelaku industri yang telah mendaftar sebagai peserta pameran tersebut.
Sementara itu Project Director dari glasstec, Messe Düsseldorf Birgit Horn menambahkan pameran ini akan kembali digelar setelah vakum selama empat tahun akibat pandemi Covid-19. Pameran diselenggarakan di Düsseldorf, Jerman dari 20 hingga 23 September 2022.
“Glasstec menghadirkan rangkaian pameran dengan berbagai topik yang berkaitan dengan produksi kaca/teknologi manufaktur, pemrosesan kaca dan finishingnya untuk berbagai produk kaca serta aplikasi,” ucapnya.
Selama vakum, Messe Düsseldorf menggali berbagai topik penting bagi pengembangan industri kaca pada masa depan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Riset yang melibatkan para ahli industri kaca dari seluruh tataran rantai nilai telah mengidentifikasi lima tren global yakni iklim (pengurangan emisi dan energi terbarukan), urbanisasi (arsitektur yang tahan dengan kondisi masa depan yang didominasi kaca), nilai (rantai nilai berkelanjutan), sumber daya (penggunaan sumberdaya yang efisien dan berkelanjutan) dan kesejahteraan (meningkatnya kualitas hidup dengan penggunaan kaca).
“Kelima megatrend itu akan menjadi fokus pameran Glasstech. Artinya kita akan memberikan industri kaca spektrum solusi dan informasi masa depan yang inovatif dan unik serta peluang untuk memperluas jaringan mereka di dunia global kaca,” ucapnya.
Dengan semboyan ‘Let’s Go Live’, glasstec akan menunjukkan inovasi bagaimana arah penggunaan kaca di masa depan secara live. Glasstec berupaya mempertemukan teori dan praktik dalam berbagai konferensi yang menghadirkan pakar-pakar dunia dengan tema-tema menarik.
Salah satu tema yang menarik adalah teknologi power-to-x (P2X), teknologi produksi bahan bakar sintetik dan produk kimia komoditas dengan memanfaatkan energi terbarukan. Teknologi ramah lingkungan ini membawa manfaat energi terbarukan lebih jauh, tak hanya sebagai sumber listrik, tapi juga ke dalam proses industri bahan bakar dan kimia.
“Di Indonesia pengembangan energi terbarukan masih berfokus pada dekarbonisasi industri kelistrikan. Padahal, melalui teknologi P2X, energi terbarukan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sektor industri bahan bakar dan produk kimia, salah satu penyumbang emisi karbon terbesar. Kami harap Indonesia dapat memanfaatkan dengan baik pameran glasstec ini,” ucapnya.
P2X adalah teknologi produksi bahan bakar sintetik dan produk kimia komoditas dengan memanfaatkan energi terbarukan. Komponen utama dari P2X adalah proses elektrolisis: proses konversi suatu bahan baku menjadi produk hijau menggunakan listrik dari energi terbarukan. Adapun produksi hidrogen melalui elektrolisis air merupakan salah satu proses inti dalam teknologi P2X.
Sebab, hidrogen dapat dimanfaatkan beragam kebutuhan. Melalui P2X, ‘hidrogen hijau’ juga menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan hidrogen yang sebagian besarnya (sekitar 96 persen) bersumber dari bahan bakar fosil. Dampaknya, P2X dapat meredam emisi dari produksi ‘hidrogen hitam’ sebesar 830 juta ton karbon dioksida per tahun.
Banyak negara terutama negara maju telah bergerak untuk menjadikan P2X tidak lagi teori tapi tahap produksi untuk diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya menimbulkan tantangan praktis yang baru yang akan dijawab dalam pameran glasstech. “Indonesia dapat belajar dari penggunaan teknologi P2X untuk menghasilkan hidrogen hijau yang telah diterapkan di Jerman dan Jepang,” ucapnya.