REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaringan silaturrahim Sahabat Al-Aqsha bersama DPP Hidayatullah, PP Pemuda Hidayatullah dan Mavi Marmara Foundation menggelar peringatan 12 tahun peristiwa Mavi Marmara. Kegiatan itu diadakan di Gedung Pusat Dakwah Hdayatullah Jakarta, Selasa (31/5).
Peringatan tradegi berdarah Mavi Marmara menarik ingatan pada peristiwa penyerangan brutal tentara zionis Israel terhadap konvoi kapal Gaza Freedom Flotilla yang sedang mengantarkan barang bantuan untuk rakyat Palestina yang dipelopori oleh Yayasan Bantuan Kemanusiaan (IHH) Turki. Peristiwa nahas yang terjadi di perairan internasional pada tanggal 31 Mei 2010 itu menewaskan sembilan aktivis kemanusiaan dan sedikitnya 60 korban terluka.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Dr Fadli Zon mengatakan selain menelaah kembali peristiwa yang dikecam masyarakat internasional tersebut, peringatan ini juga menjadi momentum meneguhkan peran bangsa Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina.
Fadli menegaskan, semua yang ikut serta mendukung dan berbuat untuk kemerdekaan Palestina sepenuhnya dilindungi oleh Undang-undang bahkan sangat sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.
“Rakyat Indonesia yang berinisiatif dan bekerja lewat masyarakat madani (civil society) seperti Freedom Flotilla, Mavi Marmara, Hidayatullah, Sahabat Al-Aqsha ini berdampak diplomasi yang positif bagi Indonesia," terangnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (1/6).
Ketua Mavi Marmara Foundation Behesti Ismail Songur yang bergabung dengan acara tersebut melalui sambungan virtual menyampaikan terima kasih atas dukungan Indonesia bagi perjuangan kemerdekaan Palestina dan Masjidil Aqsha.
“Terima kasih Indonesia untuk dukungannya yang besar bagi perjuangan kemerdekaan Palestina dan Masjidil Aqsha,” kata Ismail yang ayahnya, Cengiz Songür, termasuk salah satu dari sembilan syahid dalam peristiwa serangan brutal 12 tahun lalu itu.
Berbicara dalam kesempatan yang sama tersebut, mantan Duta Besar RI di Jordania Zainulbahar Noor mengungkapkan bahwasanya peringatan ini penting dilakukan. Bahkan ia menyarankan mestinya digelar setiap tahun. "Karena ini peristiwa bersejarah yang mesti diketahui oleh setiap generasi baru,” terangnya.
Senada dengan itu, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun menegaskan bahwa darah bangsa Palestina dan bangsa Indonesia telah menyatu di kapal Mavi Marmara.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Hidayatullah Dr H Nashirul Haq menyampaikan pentingnya menjaga niat dan cita cita luhur menjadi syahadah di Jalan Allah. Caranya, terang dia, adalah dengan “menjadikan perjalanan hidup kita mulia dengan jihad menegakkan keadilan yang menggantikan kezaliman.”
Sementara Ketua PP Pemuda Hidayatullah Imam Nawawi dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa transformasi pemahaman mengenai peristiwa dalam perjuangan seperti yang diberikan oleh acara ini kepada anak-anak muda sangat penting dalam pembangunan peradaban.
Hadir juga sejumlah tokoh dalam acara tersebut seperti wartawan korban peristiwa Mavi Marmara, Surya Fachrizal Aprianus Ginting, dan Prof Daud Rasyid Sitorus yang menggarisbawahi penyampaiannya bahwa dunia ilmu juga merupakan lapangan perjuangan di mana penyembunyian dan pemutarbalikan ilmu masih berlangsung bahkan semakin luas.
Acara ditutup dengan doa oleh Ketua Wantim Hidayatullah Ustadz Hamim Thohari seraya berpesan bahwa bersamaan dengan penindasan atas Palestina, “kita juga betugas untuk menghentikan kezaliman yang ada di sini.”