Kamis 02 Jun 2022 11:30 WIB

AS Terapkan Larangan Impor dari Xinjiang Mulai 21 Juni

AS siap untuk menerapkan larangan impor dari wilayah Xinjiang, China

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Seorang pekerja Huafu Textile Co Ltd dari etnis minoritas Uighur memeriksa mesin produksi benang di perusahaannya di Prefektur Aksu, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Selasa (20/4/2021). Huafu mengalami kerugian hingga 400 juta yuan sejak terkena sanksi dari Kementerian Perdagangan Amerika Serikat sejak Desember 2020 terkait isu kerja paksa terhadap etnis minoritas Uighur.
Foto: M. Irfan Ilmie/ANTARA
Seorang pekerja Huafu Textile Co Ltd dari etnis minoritas Uighur memeriksa mesin produksi benang di perusahaannya di Prefektur Aksu, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Selasa (20/4/2021). Huafu mengalami kerugian hingga 400 juta yuan sejak terkena sanksi dari Kementerian Perdagangan Amerika Serikat sejak Desember 2020 terkait isu kerja paksa terhadap etnis minoritas Uighur.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pihak berwenang Amerika Serikat (AS) siap untuk menerapkan larangan impor dari wilayah Xinjiang, China. Seorang pejabat Bea Cukai AS pada Rabu (1/6/2022) mengatakan, undang-undang yang mengatur larangan tersebut mulai berlaku pada Juni.

Pada Desember Presiden AS Joe Biden menandatangani undang-undang Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur (UFLPA). Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi pasar AS dari produk yang berpotensi tercemar oleh pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Pemerintah AS mengatakan, China melakukan genosida terhadap minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.

Undang-undang tersebut melarang semua impor barang dari Xinjiang. Otoritas China mendirikan kamp-kamp penahanan untuk Muslim Uighur dan kelompok Muslim lainnya. Otoritas China diduga menerapkan kerja paksa terhadap minoritas Muslim di Xinjiang. China menyangkal berbagai laporan bahwa mereka telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.

Xinjiang merupakan produsen kapas utama, dan memasok sebagian besar komponen untuk panel surya. Beberapa anggota parlemen AS mendukung permintaan oleh Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) untuj menerapkan larangan impor barang dari Xinjiang secara efektif mulai 21 Juni. Berdasarkan undang-undang tersebut setiap barang yang diimpor dari Xinjiang harus disertakan bukti bahwa barang tersebut tidak dibuat oleh pekerja dengan sistem kerja paksa.

"Kita semua berada dalam kerangka waktu yang sangat ketat. Harapannya adalah kami akan siap untuk menerapkan undang-undang Uighur pada 21 Juni, dan kami memiliki sumber daya. Jadi pertanyaannya, apakah kita siap menerapkan? Ya, kami siap," ujar Direktur Eksekutif Pelaksana CBP untuk Gugus Tugas Implementasi UFLPA, Elva Muneton.

Importir akan memiliki opsi untuk mengekspor kembali kargo yang dilarang kembali ke negara asal. Muneton mengatakan, setiap pengecualian terkait barang impor yang tidak menggunakan kerja paksa harus diberikan ke komisaris CBP dan dilaporkan ke Kongres. Muneton menambahkan, CBP akan dapat mengeluarkan penalti terhadap importir jika terjadi penipuan.

"Penting untuk diketahui bahwa undang-undang Uighur membutuhkan bukti yang sangat akurat. Ini akan membutuhkan dokumentasi, bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa rantai pasokan produk yang diimpor bebas dari kerja paksa," kata Muneton.

Beijing awalnya menyangkal keberadaan kamp penahanan di Xinjiang. Tetapi mereka kemudian mengakui telah mendirikan "pusat pelatihan kejuruan" yang diperlukan untuk mengekang apa terorisme, separatisme, dan radikalisme agama di Xinjiang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement