REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Menteri Luar Negeri China Wang Yi tiba di Papua Nugini pada Kamis (2/6/2022). Kunjungan ini penuh kritik sebab dinilai melahirkan kebencian dan dinilai dilakukan pada waktu yang tidak tepat karena menjelang pemilihan umum pada Juli.
Wang akan bertemu dengan perwakilan parlemen Soroi Eoe pada Jumat (3/6/2022), dan melakukan kunjungan kehormatan singkat kepada Perdana Menteri James Marape. Dalam pertemuan itu diharapkan untuk menandatangani perjanjian investasi dan energi.
Mantan perdana menteri Papua Nugini yang mencalonkan kembali Peter O'Neill dalam serangkaian wawancara media mengatakan, tidak ada perjanjian yang harus ditandatangani dengan China sebelum pemilihan umum. Dia menilai sangat tidak pantas China menyumbangkan peralatan keamanan atau menawarkan dukungan keamanan untuk pemilihan. Media Australia ABC melaporkan, China akan menawarkan 2.000 perlengkapan pelindung tubuh kepada polisi selama kunjungan Wang.
Wang sedang melakukan tur ke delapan negara kepulauan Pasifik yang telah menandatangani serangkaian perjanjian bilateral tentang perdagangan, perikanan, infrastruktur, dan pasokan peralatan polisi. Menteri Luar Negeri Papua Nugini Elias Wohengu menyatakan, penawaran China ke negara-negara Pasifik tidak semua disambut dengan gembira.
"Ada kebencian atas Perjanjian Pasifik mengenai masalah keamanan," kata Wohengu seperti dikutip oleh surat kabar Post Courier.
Wohengu mengindikasikan Papua Nugini tidak mungkin menandatangani kesepakatan keamanan. "Mengenai status keamanan PNG, kami akan menanganinya sendiri," katanya merujuk pada singkatan nama negaranya.
Pertemuan virtual yang diselenggarakan oleh Wang di Fiji dengan rekan-rekan dari 10 negara pulau dilakukan pada Senin (30/5). Acara itu menunda pertimbangan kesepakatan regional yang mencakup kepolisian, keamanan, perikanan, data dan zona perdagangan bebas, yang diusulkan oleh Beijing.
Amerika Serikat dan sekutunya telah menyatakan keprihatinan tentang ambisi Cina untuk hubungan keamanan dengan negara-negara kepulauan Pasifik yang menguasai wilayah luas lautan yang kaya sumber daya dan akses ke wilayah dengan signifikansi militer strategis. Beberapa negara Pasifik mengatakan mereka menentang kesepakatan itu atau membutuhkan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan implikasi regionalnya.
Papua Nugini yang kaya sumber daya memiliki hubungan pertahanan dengan tetangga dekat Australia, yang telah setuju untuk meningkatkan pangkalan angkatan laut di sana. Papua Nugini telah mengupayakan peningkatan penjualan ke China untuk proyek gas alam cair.