Kamis 02 Jun 2022 14:05 WIB

PBHI Cetuskan Petisi Anwar Usman Wajib Mundur dari MK

PBHI membuat petisi untuk meminta Ketua MK Anwar Usman untuk mundur dari jabatannya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. PBHI membuat petisi untuk meminta Ketua MK Anwar Usman untuk mundur dari jabatannya.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan/tom.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. PBHI membuat petisi untuk meminta Ketua MK Anwar Usman untuk mundur dari jabatannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mencetuskan petisi di laman situs Change.org agar Anwar Usman mundur dari jabatannya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Anwar dinilai sudah tak bisa objektif lagi karena punya hubungan keluarga dengan Presiden Joko Widodo.

Anwar diketahui menikah dengan Idayati yang merupakan adik kandung Presiden Jokowi pada Kamis 26 Mei 2022. Kondisi ini menyebabkan terjalinnya hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi.

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani meragukan Anwar Usman bisa obyektif dalam memeriksa perkara jika berhadapan dengan keluarganya. Perkara pengujian Undang-undang di MK menempatkan Presiden (Eksekutif) sebagai pihak, sama seperti DPR (Legislatif), yang keterangannya selalu menolak pembatalan undang-undang meski bermasalah, Omnibus Law Cipta Kerja, misalnya. Sehingga, kepentingannya berlawanan dengan hak konstitusional rakyat selaku Pemohon Perkara.

Selain itu, jika ada perselisihan terhadap hasil pemilihan umum Pilkada Solo atau Medan yang dimenangkan keluarga Presiden Jokowi, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming dan Wali Kota Medan Bobby Nasution akan diajukan ke MK.

Belum lagi, beredar pemberitaan bahwa Idayati dan Anwar Usman bertemu dengan Alex Purnama Johan (APJ) dan mengusung Alex sebagai calon bupati Bogor pada 2024.

"Lantas, apakah Anwar Usman bisa melaksanakan tanggungjawabnya memeriksa perkara di MK? Jawabannya: Tidak!" kata Julius dalam keterangan yang diterima Republika, Kamis (2/6).

Julius mengingatkan MK untuk menghindari konflik kepentingan. Pasal 17 ayat (4) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan, “Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.”

"Artinya, Anwar Usman sebagai Hakim MK harus mundur dari pemeriksaan perkara pengujian undang-undang yang jumlahnya rata-rata 79 perkara setiap tahun. Belum termasuk perkara perselisihan hasil pemilu," ujar Julius.

Julius juga menyoroti adanya hubungan keluarga telah melanggar Peraturan MK RI No 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Pertama, Prinsip Independensi (Angka 3 Penerapan): Hakim konstitusi harus menjaga independensi dari pengaruh lembaga-lembaga eksekutif.

Kedua, Prinsip Ketakberpihakan (Angka 3 Penerapan): “Hakim konstitusi harus berusaha untuk meminimalisasi hal-hal yang dapat mengakibatkan hakim konstitusi tidak memenuhi syarat untuk memeriksa perkara dan mengambil keputusan atas suatu perkara.”

Ketiga, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan (Angka 2 Penerapan): “Sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi pusat perhatian masyarakat, hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah.”

"Dukung dan sebar petisi #AnwarUsmanHarusMundur ya teman-teman. Jangan sampai muruah dan integritas Mahkamah Konstitusi rusak karena konflik kepentingan ketuanya," ajak Julius.

Berdasarkan pantauan Republika, hingga Kamis pukul 10.00 WIB, petisi yang dimulai sejak 10 jam lalu itu sudah ditandatangani sebanyak 37 orang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement