REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah warga RW 01 Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara diduga menjadi korban pungutan liar (Pungli) pembagian sertifikat tanah melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Tidak tanggung-tanggung ada masyarakat yang dipaksa mengeluarkan uang hingga Rp 20 juta untuk mendapatkan sertfikat. Diduga pungli ini dilakukan oleh oknum yang mengurusi program PTSL.
Terkait hal itu, Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Dedy Irsan mengaku hingga saat ini pihakmya belum mendapatkan laporan dari masyarakat adanya pungli PTSL. Namun demikian, ia berharap agar masyarakat yang menjadi korban pungli PTSL segera melapor. Sehingga kasus pungli yang merugikan masyarakat Sunter Agung tersebut dapat ditindaklanjuti.
“Kami berharap persoalalan ini kepada masyarakat yang dipungli agar melaporkan ke Ombudsman Jakarta Raya, kita akan tindaklanjuti, kita akan koordinasi dengan aparat penegak hukum. Silahkan laporkan ke Ombudsman Jakarta Raya, agar kita tindaklanjuti,” kata Dedy saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (2/6/2022).
Sehingga dengan ditindaklanjuti, kata Dedy, praktik pungli PTSL tersebut dapat dihentikan dan sertifikat masyarakt yang sedang diproses pun bisa diselesaikan sesuai dengan ketentuan, tanpa ada pungli.
Ia juga menegaskan, tidak dibenarkan apabila ada aparat baik itu RT, RW, Kelurahan, pejabat di pertanahan memungut biaya lebih dari yang ditetapkan.
“Kami sangat menyayangkan jika hal itu terjadi, karena ini kan merupakan program dari pemerintah untuk mempermudah masyarakat memperoleh sertifikat melalui PTSL, dan sudah ditetapkan peraturannya,” keluh Dedy.
Sementara itu, menurut keterangan RW setempat sebenarnya warga sudah melaporkan kasus pungli PTSL ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati). Namun justru lurahnya meminta kepada para oknum RT yang diduga sebagai pelaku pungli itu untuk membuat pernyataan jika mereka tidak melakukan pungli.
“Lurah dilaporkan ke Kejati, akhirnya lurah memanggil RT-RTnya, suruh bikin pernyataan bahwa RTnya tidak memungut biaya,” terang salah satu pengurus RW yang diminta dipanggil Aa.
Kemudian, lanjut Aa, warga datang ke kelurahan bahwa mereka dipungut biaya oleh oknum RT tersebut. Lalu Lurah kembali memanggil lima RT bersama RW, dan memerikanya. Akhirnya oknum RT tersebut mengakui telah memungut biaya dan dibuat pernyataan di atas materai.
“Itu buktinya ada, sanksi untuk Pergub 171 itu harus mengundurkan diri, nah tiga RT yang membuat pernyataan itu mengundurkan diri, dan diganti. Tapi tindakan itu tidak diterusin sama pak Lurah, sampai sekarang itu kebalik pak Lurah malah membela RT-RTnya bahwa RTnya tidak bersalah,” ungkap Aa.