Biosecurity dan Kebersihan Kandang Ikhtiar Kendalikan Penyebaran PMK
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Para relawan kesehatan hewan membantu memberikan penanganan sapi perah yang terserang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Desa Singosaren, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat (3/6). | Foto: dok. istimewa
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Fakta baru terungkap di balik cepatnya penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak sapi, baik sapi potong maupun sapi perah, di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Dari data di Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan (Dispertanikap) setempat, sejak kali pertama ditemukan kasusnya pada pertengahan Mei 2022 lalu sampai Kamis (2/6/2022), PMK telah menyebar hingga mencapai 750 ekor sapi, dengan lima ekor sapi di antaranya mati.
Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha mengungkapkan, berdasarkan penjelasan tim penanganan di lapangan, menjaga kebersihan dan sterilisasi kandang dengan biosecurity menjadi hal mutlak. Bahkan juga kebersihan siapa pun yang akan keluar masuk kandang sapi.
Sebab jika ada yang masuk kandang sapi yang terkena PMK, virus misalnya yang menempel pada pakaian sampai tiga hari pun masih bisa menularkan. “Sehingga, jika orang tersebut kemudian masuk ke kandang lain, maka risiko menularkan masih cukup besar,” jelasnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (3/6/2022).
Kepala Dispertanikap Kabupaten Semarang, Wigati Sunu menambahkan, terkait pesatnya penyebaran PMK pada sapi perah di Kabupaten Semarang, Dispertanikap telah melakukan beberapa analisa berdasarkan perkembangan di lapangan.
Sebab dibandingkan dengan ternak sapi potong yang lebih sering dijualbelikan melalui lalu lintas hewan ternak antar daerah, maka ternak sapi perah sebenarnya cenderung banyak berada di lingkungan kandang.
“Namun fakta di lapangan, penularan dan penyebaran PMK pada ternak sapi perah di wilayah ini juga berlangsung sangat cepat,” jelasnya.
Menurut dia, penularan PMK pada hewan ternak di Kabupaten Semarang diduga berasal dari lalu lintas perdagangan hewan ternak yang berasal dari Jawa Timur. Karena kasus PMK kali pertama muncul di beberapa daerah di Jatim.
“Dimungkinkan, masuknya PMK pada sapi perah diduga ada peternak di Kabupaten Semarang yang memasukkan hewan ternak sapi perah dari daerah yang sebelumnya telah terkena wabah PMK,” jelasnya.
Selain itu, penularan yang relatif cepat juga didorong oleh karakteristik dan kemampuan virus dalam menularkan PMK. “Seperti yang disampaikan Pak Bupati, jika ada virus menempel pada pakaian atau barang tertentu dan tiga hari kemudian masuk ke kandang lain masih memiliki kemampuan untuk menularkan,” tegasnya.
Untuk itu, lanjut Wigati Sunu, langkah-langkah sterilisasi dan biosecurity kandang yang baik menjadi ikhtiar untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran kasus PMK ini. “Tentunya penanganan yang lebih cepat juga harus dilakukan agar penyakit PMK tidak cepat menyebar,” ujar dia.