Sabtu 04 Jun 2022 01:15 WIB

Donor Sperma: Pria Inggris tak Bilang Punya Kelainan Genetik Fragile X, Ini Dampaknya

Pria Inggris dengan penyakit genetik sindrom Fragile X adalah 'ayah' dari 15 anak.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Ibu hamil (Ilustrasi). Pengadilan Inggris mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai latar belakang kesehatan pendonor sperma setelah munculnya kasus donor sperma dari pengidap penyakit genetik sindrom Fragile X..
Foto: Pixabay
Ibu hamil (Ilustrasi). Pengadilan Inggris mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai latar belakang kesehatan pendonor sperma setelah munculnya kasus donor sperma dari pengidap penyakit genetik sindrom Fragile X..

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pengadilan Inggris mewanti-wanti masyarakat untuk mewaspadai latar belakang kesehatan pendonor sperma. Peringatan itu datang setelah sebuah kasus yang melibatkan sesosok pria yang mengiklankan dirinya sebagai pendonor sperma pribadi di Facebook.

Masalahnya, pria bernama James MacDougall itu tidak terbuka bahwa dirinya memiliki kelainan genetik sindrom Fragile X. Kondisi pria tersebut berpotensi menyebabkan keturunannya lahir dengan IQ rendah atau mengalami keterlambatan perkembangan.

Baca Juga

MacDougall yang kini berusia 37 tahun sudah sering menjadi pendonor sperma untuk pasangan sesama jenis, tepatnya dia adalah "ayah" dari 15 anak. Kabar tentang MacDougall mengemuka karena dia mengajukan permohonan ke pengadilan keluarga di Derby, Inggris, untuk menghabiskan waktu dengan beberapa anaknya.

Pengajuan MacDougall ditolak sebab itu tidak termasuk dalam perjanjian awal dengan penerima donor spermanya. Lewat putusannya, Hakim Nathalie Lieven menyampaikan bahwa memberikan tanggung jawab sebagai orang tua kepada MacDougall akan membahayakan anak-anaknya.

Berdasarkan dokumen pengadilan, selama ini MacDougall gagal menjelaskan kondisi kesehatannya kepada para penerima donor.  MacDougall dianggap mengambil keuntungan dari kerentanan para perempuan muda yang punya keinginan kuat untuk memiliki anak.

Hakim juga mengumumkan nama MacDougall kepada publik sehingga calon orang tua akan mengetahui sejarahnya jika mereka melakukan pencarian di Google. Lieven tidak mau ada "korban" penerima donor sperma lain yang tidak mengetahui secara pasti latar belakang medis pendonor.

"Pendekatan anonimitas di pengadilan keluarga tidak boleh digunakan sebagai cara bagi orang tua untuk berperilaku dengan cara yang tidak dapat diterima dan kemudian bersembunyi di balik jubah anonimitas," kata Lieven, dikutip dari laman Insider, Jumat (3/6/2022).

Kasus MacDougall melibatkan tiga pasangan ibu di awal usia 20-an. Satu pasangan memiliki dua anak dari sperma MacDougall dan dua pasangan lain masing-masing memiliki satu anak dengan sperma MacDougall.

Setelah mendonorkan spermanya, MacDougall menginginkan hak orang tua atas anak-anak tersebut, sedangkan anak-anak dari penerima donor spermanya yang lain tidak. Dokumen pengadilan menggambarkan hubungan yang rumit antara para ibu yang terlibat dengan MacDougall.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement