Jumat 03 Jun 2022 23:42 WIB

KLHK: Kemasan Guna Ulang Lebih Baik Hierarkinya Dibandingkan Sekali Pakai

KLHK ingatkan kemungkinan menumpuknya sampah kemasan sekali pakai

Rep: Novita Intan / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan guna ulang ini juga sudah dijamin tidak membahayakan kesehatan karena sudah memiliki izin edar dari BPOM. KLHK ingatkan kemungkinan menumpuknya sampah kemasan sekali pakai
Foto: Istimewa
BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan guna ulang ini juga sudah dijamin tidak membahayakan kesehatan karena sudah memiliki izin edar dari BPOM. KLHK ingatkan kemungkinan menumpuknya sampah kemasan sekali pakai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta dapat memperhatikan produk pangan dengan kemasan tertentu. Hal ini tidak hanya  dampak kesehatannya semata tapi juga dampak lingkungannya. 

Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik mengatakan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu harus saling melengkapi. Dalam hal kebijakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus juga ada sinergis antara KLHK dengan BPOM. 

“Dampak kesehatan itu pasti nomor satu karena itu terkait tugas BPOM. Tapi kami juga ingin dampak sampahnya juga harus diperhatikan,” ujarnya, Jumat (3/6/2022).

Menurutnya selama ini KLHK belum pernah melakukan komunikasi dengan BPOM terkait kebijakan yang dikeluarkan. Sebelum izin edar terhadap suatu produk kemasan disetujui, BPOM belum pernah mengkomunikasikannya kepada KLHK. 

“Makanya belum ada aturan bahwa KLHK dapat memberikan rekomendasi kepada BPOM soal dampak lingkungan yang disebabkan produk tersebut,” tuturnya.

Uso menyebut KLHK akan coba untuk mulai melakukan komunikasi dengan BPOM terkait dampak lingkungan kemasan produk pangan sebelum diizinkan beredar. 

“Jadi, ini sedang kami komunikasikan secara intensif bagaimana caranya kebijakan-kebijakan program pemerintah ini saling melengkapi. Dampak kesehatan manusia terjaga, dampak lingkungan juga terjaga. Jadi, dua-duanya harus berjalan dengan baik. Kami ingin pemerintah bisa sinergis,” tukasnya.

Berbicara soal pengelolaan sampah, Uso menyebut kemasan-kemasan yang bisa diguna ulang itu menempati posisi yang paling tinggi dalam hierarki dibanding kemasan yang hanya didesain sekali pakai. Alasannya menurut Uso, kemasan guna ulang itu didesain dapat dipakai ulang dan otomatis potensi sampahnya juga akan jauh berkurang, karena sudah pasti akan ditarik lagi diisi kembali.

“Sementara, yang didesain sekali pakai, potensi jadi sampahnya sangat tinggi. Kalau produsennya tidak bertanggung jawab untuk mengumpulkan kembali kemudian mendaur ulang, ini akan menjadi sampah karena kemasan sekali pakai ini tidak bisa dipakai ulang air minum,” katanya.

Dia mengutarakan tingkat kemasan daur ulang khusus plastik itu angkanya rata-rata hanya tujuh persen. “Bayangkan kalau dari plastik yang dihasilkan kemasan itu hanya tujuh persen masuk daur ulang. Itu pun didaur ulang hanya sekali dan kebanyakan didaur ulang untuk menjadi produk lain, tidak didaur ulang menjadi kemasan lagi atau jadi botol lagi atau jadi galon lagi,” ucapnya.

Dia menyampaikan bahwa selama ini jenis-jenis plastik PET atau sekali pakai termasuk yang paling tinggi tingkat daur ulangnya sekitar 23 persen sampai 24 persen . Hal itu karena memang industri Indonesia saat ini, daur ulangnya baru fokus hanya pada PET dan belum jenis plastik yang lain.

Padahal, kata Uso, jenis plastik yang lain sangat banyak bahkan yang paling banyak jenis plastik yang disebut problematic unnecessary packaging atau plastik yang multilayer

“Yang multilayer yang fleksibel yang kecil-kecil itu yang menjadi persoalan kita. Jadi, ketika bicara kemasan sampah AMDK, perlu kami tegaskan apapun jenis plastiknya baik PC, PET atau jenis lain, kami ingin memastikan produsennya tanggung jawab untuk menarik lagi didaur ulang jika dirancang sekali pakai. Itu yang ingin kami tegaskan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement