REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk menghentikan pembiayaan ke sektor energi fosil mendapat apresiasi kalangan pegiat lingkungan. Koordinator Asosiasi Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Pius Ginting mengatakan, keputusan Bank BRI turut membantu menekan laju perubahan iklim dan meminimalisasi potensi gagal panen. Sehingga dapat menyelamatkan petani dari ancaman gagal membayar kredit usaha rakyat (KUR).
"Sedangkan Bank BRI saat ini gencar menyalurkan kredit ke sektor pertanian. Pada tahun 2021, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tercatat menguasai 28,3 persen pangsa pasar (market share) penyaluran kredit ke sektor pertanian dari seluruh industri perbankan nasional," kata Pius dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (3/6/2022).
Menurut Pius, petani menjadi kelompok paling rentan terdampak perubahan iklim. Kejadian iklim ekstrem akan menyebabkan kegagalan panen dan tanam, yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi akibat banjir dan kekeringan, peningkatan suhu udara, dan intensitas serangan hama.
Ketika petani mengalami gagal panen, sambung dia, mereka mengalami kerugian yang besar dan mengganggu kondisi keuangan keluarga. Selain itu, mereka juga berpotensi tidak dapat melunaskan KUR yang diberikan oleh Bank BRI.
Peneliti Trend Asia, Andri Prasetiyo menuturkan, komitmen Bank BRI yang disampaikan oleh Dirut Sunarso untuk tidak mendanai energi fosil adalah langkah yang sudah tepat. Keputusan itu selanjutnya tidak boleh berhenti hanya dalam bentuk pernyataan verbal dalam forum internasional, namun harus segera dituangkan secara tertulis dalam dokumen dan kerangka acuan pembiayaan perseroan ke depannya.
Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Fanny Tri Jambore mengatakan, pendanaan pada industri ekstraktif selama ini menyebabkan meluasnya kerusakan lingkungan. Sehingga selain membuat merosotnya kualitas lingkungan, juga berdampak hilangnya sumber penghidupan komunitas lokal, serta memicu krisis iklim.
Karena itu, bagi Fanny, langkah Bank BRI harusnya juga menjadi sinyalemen kepada Otoritas Jasa Keuangan serta sektor pendanaan lainnya untuk memperbaiki visi dan arah kebijakanpendanaan di Indonesia.