REPUBLIKA.CO.ID, DUBLIN -- Ryanair mewajibkan penumpang dari Afrika Selatan untuk membuktikan kewarganegaraan mereka sebelum terbang dengan tes bahasa Afrikaans. Bahasa itu hanya digunakan oleh 12 persen populasi Afsel dan telah lama diidentikkan dengan apartheid dan minoritas kulit putih.
Ryanair tidak melayani penerbangan langsung dari dan ke Afsel. Maskapai Eropa dengan jumlah penumpang terbanyak itu mengatakan pihaknya mewajibkan penumpang ke Inggris dari Afsel untuk mengisi "kuesioner singkat". Kebijakan itu diambil karena tingginya kasus pemalsuan paspor Afsel.
"Jika mereka tidak mampu menyelesaikan kuesioner ini, mereka akan dilarang terbang dan menerima pengembalian dana penuh," kata juru bicara maskapai Irlandia itu.
Komisaris Tinggi Inggris di Afsel mengatakan di Twitter bahwa tes tersebut bukan persyaratan dari pemerintah Inggris untuk memasuki negaranya. Ryanair mengatakan pihaknya akan mewajibkan tes itu kepada setiap pemegang paspor Afsel yang terbang ke Inggris dari wilayah lain di Eropa dengan pesawat mereka.
Maskapai tersebut belum merespons pertanyaan kenapa mereka menerapkannya pada rute-rute itu, mengingat pemerintah Inggris tidak mensyaratkannya.
Afrikaans adalah bahasa ketiga dari 11 bahasa yang paling banyak dipakai di Afsel. Bahasa itu menjadi bahasa resmi sampai berakhirnya apartheid pada 1994. Bahasa itu berasal dari permukiman orang Belanda di Afsel pada abad ke-17 serta identik dengan pengelompokan rasial dan dikaitkan dengan ideologi apartheid yang diterapkan oleh National Party, partai minoritas kulit putih, mulai 1948.
Penggunaannya secara luas selama apartheid dianggap sebagai simbol ketidaksetaraan yang diberlakukan oleh generasi sebelumnya dengan melakukan pembatasan, seperti di mana masyarakat tinggal, bekerja, sekolah dan memiliki lahan.