REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia ingin mendorong adanya persetujuan agar semua laboratorium di dunia saling berbagi data patogen jika terjadi pandemi di kemudian hari. Keinginan ini merupakan salah satu yang ingin dicapai Indonesia melalui forum G20 di sektor kesehatan.
"Kita mau memastikan ada agreement agar semua lab-lab di dunia bisa sharing data patogen, bisa sharing virus, bakteri atau parasit nanti kalau ada pandemi berikutnya," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara Press briefing G20: The 2nd Health Working Group yang disiarkan daring, Senin (6/6/2022).
Budi Gunadi mengungkap, pengalaman di awal pandemi Covid-19 tahun 2020, terdapat lembaga bernama GISAID yang kemunculannya tidak direncanakan sebelumnya. Karena kebutuhan mendesak saat itu, semua peneliti dari berbagai dunia pun memasukkan datanya ke lembaga tersebut untuk berbagi.
"Dua minggu Wuhan outbreak terjadi itu langsung genome sequencing=nya dari virusnya dimasukin ke GISAID, AS bisa liat penelitinya bikin vaksin Moderna, ada peneliti di Jerman bisa liat bikin vaksin bio and tech Pfizer. Jadi bayangkan kecepatan itu terjadi," ujar Menkes.
Ia menambahkan, berkat data tersebut kemudian negara-negara bisa menganalisisnya. Meskipun tidak secara sistematis dan tidak dipersiapkan dengan baik. Karena itu, Indonesia ingin ada perencanaan untuk mengansitipasi jika pandemi kembali terjadi.
"Kalau ada outbreak pandemi berikutnya, sudah ada tuh mekanisme untuk melaporkan genome sequencing datanya, dari patogen, karena patogen itu bisa virus, bisa bakteri, bisa parasit," ujarnya.
Namun demikian, Budi mengakui diskusi mengenai pembukaan data genome sequencing tersebut cukup alot. Sebab, data genome sequencing ini adalah data yang memiliki kekuatan penuh.
"Data genome ini very powerful, karena orang bisa bikin segala macam nih, bisa bikin bio engineering untuk segala macam keperluan gitu kalau udah tahu ini," ujarnya,
Selain itu, hasil analisis dari data genome ini juga bisa dimonetisasi dengan nilai ekonomis yang tinggi. Karena itu, jika tidak direncanakan dengan baik, setiap negara akan berlomba-lomba membuat sesuatu dari data tersebut sendiri-sendiri.
"Saya bilang ya susah kalau misalnya satu negara bikin, negara lain enggak mau sakit datanya ya percuma padahal kalau pandemi itu kan patogennya bisa keluar di semua pelosok dunia, bisa di Indonesia bisa di Afrika, bisa di Eropa," katanya.
"Kalau kemudian Eropa bikin sendiri, sehingga membuat orang Asia nggak mau taruh datanya di sana, kan jadi begitu," tambahnya.
Karena itu, Indonesia ingin berperan mendorong lembaga-lembaga internasional bisa setuju.
"Jadi kita bilang bagaimana yuk ini semua lab genome sequencing dikoneksikan disambungkan bisa berbicara satu sama lain nah itu perlu untuk membangun trust dari lembaga-lembaga internasional," kata Budi.