REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Zuhud pada dasarnya adalah sikap yang mulia. Kendati demikian ajaran zuhud banyak disalahpahami orang awam ialah zuhud. Banyak di antara mereka mengartikan zuhud dengan menjauhi keluarga dengan alasan fokus secara total untuk menggapai akhirat.
Padahal hal yang semacam ini termasuk di antara tipu daya iblis terhadap orang yang zuhud yakni mereka menganggap baik dengan menjauhkan diri dari keluarganya.
Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnu Al Jauzi dengan pentahqiq Syekh Ali Hasan al-Halabi, di antara orang zuhud ada yang terus-menerus diam, mengucilkan diri dari keluarga sehingga secara tidak langsung, atau tanpa disadari, dia sudah menyakiti mereka dengan akhlak buruk dan sikap tertutup ini. Dia melupakan sabda Nabi Muhammad ﷺ sebagai berikut:
إن لأهلك عليك حقا “Sungguh keluargamu punya hak yang wajib atas dirimu.”
Rasulullah terkadang bercanda dan bermain-main dengan anak-anak, berbincang bersama istri-istri beliau, berlomba lari dengan Aisyah, dan mempraktikkan berbagai akhlak lembut nan mulia selainnya.
Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Aisyah RA bersabda bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda:
خيركم خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلي “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.
Namun si zahid palsu membuat istrinya seperti janda, membuat anaknya seperti yatim, karena dia selalu menjauh dari keluarga serta memperlihatkan akhlak yang tidak baik kepada mereka.
Semua itu terjadi dikarenakan dia mengganggap bergaul bersama keluarga dapat menghalangi akhirat. Dia tidak sadar, karena ilmunya yang minim, bahwa sikap baik kepada keluarga membantu diri menggapai ukhrawi.
Disebutkan dalam kitab ash-Shahibain bahwa Nabi ﷺ bersabda kepada Jabir bin Abdullah RA:
هلا تزوجت بكرا تلاعبها وتلاعبك “Mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, agar kamu bermain dengannya dan dia dapat bercanda denganmu?” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Terkadang sikap tidak acuh pun mendominasi si zuhud palsu ini, sehingga dia tidak menggauli istrinya. Akibatnya, dia pun mengabaikan kewajiban hanya karena melakukan amalan nafilah (sunnah). Sungguh, sikap demikian tidak baik.