REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Adu penalti seakan menjadi momok bagi tim nasional Inggris. Beberapa kali the Three Lions mengalami kegagalan di fase tersebut.
Teranyar, skuad polesan Gareth Southgate ditaklukkan Italia pada babak adu tos-tosan. Itu terjadi pada final Piala Eropa 2020 tahun lalu. Asa publik negeri Ratu Elizabeth menjadi jawara Benua Biru gagal menjadi kenyataan.
Sebelumnya di sejumlah kesempatan, Inggris mengalami hal serupa. Beberapa di antaranya pada Piala Dunia 2006, Piala Eropa 2004. Dalam dua kesempatan tersebut the Three Lions ditaklukkan Portugal.
Semifinal Piala Eropa 1996 juga masuk hitungan. Tampil di kandang sendiri, pasukan tiga singa, bermain imbang 1-1 melawan Jerman selama 120 menit. Pada babak adu tos tosan, Alan Shearer dan rekan-rekan kalah 5-6 dari Der Panzer.
Southgate menjadi satu-satunya eksekutor Inggris yang gagal bertugas dengan baik. Selama beberapa dekade, momen tersebut masih dibahas. Oleh karenanya ketika timnya melewati Kolombia lewat adu penalti pada Piala Dunia 2018, penggemar the Three Lions seperti merasakan kegembiraan luar biasa.
Mereka mengatasi rintangan besar. Namun setelahnya, kepahitan kembali terasa. Kali ini lebih pedih, lantaran berlangsung di rumah sendiri dan diwarnai sejumlah efek negatif.
Pada final Euro 2020 kontra Italia, beberapa penggawa Inggris mendapat pelecehan rasial. Secara khusus bagi mereka yang berkulit hitam. Ada Bukayo Saka, Marcus Rashford, dan Jadon Sancho.
Jelas ini menimbulkan keprihatinan. Southagte merasa keadaan demikian semakin menyulitkan the Three Lions untuk menjadi yang terbaik."Kami punya waktu 55 tahun untu berbicara tentang penalti dan sebagainya. Sekarang kami memiliki lapisan lain yang akan menambah kesulitan kami untuk memenangkan apaa pun," kata juru taktik kelahiran Watford, dikutip dari Inews.co.uk, Selasa (7/6/2022).
Ia tak ingin tenggelam dalam isu rasisme itu. Jelas pelecehan dalam bentuk apa pun, tidak dibenarkan dalam kehidupan. Southgate perlu mencari langkah solutif untuk mengantisipasi adu penalti dalam turnamen besar di masa depan.
Para pemain Inggris berlatih teknik tersebut lebih teratur. Beberapa di antaranya juga eksekutor di klub masing-masing.