Selasa 07 Jun 2022 11:47 WIB

Dibayangi Perang Rusia-Ukraina, Perempuan Finlandia Ikuti Pelatihan Kesiapsiagaan Militer

Ini merupakan tradisi lama Finlandia dalam sukarelawan masa perang.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin saat keberangkatan pada akhir KTT Uni Eropa di Brussel, Jumat, 17 Desember 2021. Perempuan Finlandia belajar kesiapsiagaan militer karena perang Rusia-Ukraina.
Foto: AP/Stephanie Lecocq/Pool EPA
Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin saat keberangkatan pada akhir KTT Uni Eropa di Brussel, Jumat, 17 Desember 2021. Perempuan Finlandia belajar kesiapsiagaan militer karena perang Rusia-Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Beberapa hari setelah Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari, seorang perempuan pengusaha Finlandia Sissi Moberg (46 tahun) mulai menjelajahi internet untuk menemukan tempat kursus yang mengajarkan keterampilan membela diri. Moberg khawatir, serangan serupa melanda Finlandia dan dia ingin membantu mempertahankan negaranya jika terjadi serangan militer.

"Saya merasa sangat sedih untuk Ukraina. Dan kemudian saya mulai khawatir tentang Finlandia dan berpikir apa yang bisa saya lakukan tentang ini," kata Moberg yang merupakan ibu dari empat anak, kepada Reuters.

Baca Juga

Moberg telah menemukan tempat kursus yang sesuai. Dia kini sedang berlatih dan belajar menggunakan senjata dan bergerak di medan perang.  Asosiasi Kesiapsiagaan Darurat Nasional Wanita Finlandia mengatakan, permintaan untuk kursus keterampilan militer telah melonjak sejak Februari.

"Tepat setelah perang pecah, telepon kami mulai berdering dan banyak email masuk. Tentu saja permintaan untuk pelatihan meningkat," kata Kepala Komunikasi Asosiasi Kesiapsiagaan Darurat Nasional Wanita Finlandia, Suvi Aksela.

Tren ini sesuai tradisi lama Finlandia dalam sukarelawan masa perang yang sebagian besar diikuti oleh wanita. Sementara pria, tidak diharuskan untuk melakukan dinas militer. Menurut data militer, sekitar 19 persen dari 13 ribu personel militer profesional Finlandia adalah perempuan. Hanya sekitar 1-2 persen dari wajib militer adalah perempuan.

Pekan lalu, Moberg mengikuti kursus pelatihan bertahan hidup yang diselenggarakan Asosiasi Kesiapsiagaan Wanita di sebuah pangkalan militer di Hattula, yang terlerak 100 km dari Helsinki.  Selama tiga hari, Moberg dan lebih dari 300 wanita lainnya belajar cara mendirikan tenda, menyalakan api di tengah hujan, menavigasi di hutan, dan melakukan pertolongan pertama.

"Saya salah satu orang terakhir yang diharapkan oleh orang yang saya cintai untuk berpartisipasi dalam kursus seperti ini," kata Moberg.

Menurut Asosiasi Kesiapsiagaan Wanita, sekitar 500 wanita lainnya saat ini berada dalam daftar tunggu untuk mengikuti kursus pelatihan bertahan hidup atau survival. Asosiasi Kesiapsiagaan Wanita adalah sebuah kelompok sukarelawan yang mengadakan pelatihan tahunan tentang keterampilan yang dibutuhkan dalam situasi krisis.

Asosiasi Kesiapsiagaan Wanita menerima sejumlah dana publik, serta dapat menggunakan fasilitas dan peralatan militer untuk pelatihan.  Moberg tidak sendirian dalam keprihatinan atau keinginannya untuk membantu membela Finlandia. 

Menurut jajak pendapat yang diterbitkan Kementerian Pertahanan bulan lalu, 85 persen orang Finlandia sekarang melihat Rusia memiliki efek negatif pada keamanan Finlandia. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada 2007 dengan jumlah 34 persen. Jajak pendapat yang sama menunjukkan, 83 persen orang Finlandia berpikir bahwa mereka harus mengangkat senjata jika terjadi serangan militer di negara mereka. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement