Selasa 07 Jun 2022 14:05 WIB

Kenaikan Harga Tiket Borobudur Abaikan Psikologi Politik Masyarakat

Pengamat menilai kenaikan harga tiket Candi Borobudur abaikan psikologi masyarakat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, saat dikunjungi pada Kamis (26/5). Pengamat menilai kenaikan harga tiket Candi Borobudur abaikan psikologi masyarakat.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, saat dikunjungi pada Kamis (26/5). Pengamat menilai kenaikan harga tiket Candi Borobudur abaikan psikologi masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengumumkan tarif baru tiket masuk Candi Borobudur sebesar Rp 750 ribu. Hal tersebut membuat geger masyarakat karena tarif naik sangat drastis.

Salah satu alasan yang disebutkan untuk menaikkan harga tiket Candi Borobudur tidak lain untuk memelihara cagar budaya warisan dunia tersebut. Kemudian, tarif tersebut hanya untuk pengunjung yang ingin ingin naik di kawasan candi.

Baca Juga

Pakar bidang opini publik dan partai politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof Tulus Warsito merasa, kenaikan tarif tiket ini mengabaikan psikologi politik masyarakat. Ia menekankan, ini terkait dengan etika politis kebijakan.

"Memang menjadi sangat problematis karena tiba-tiba bisa naik drastis hingga Rp 750 ribu. Hal ini seolah pemerintah atau siapapun yang memutuskan mengabaikan kondisi masyarakat," kata Tulus, Selasa (7/6/2022).

Pengamat budaya UMY tersebut menyarankan, jika ingin agar tidak ada gejolak respon dari masyarakat, harus perhatikan kondisi masyarakat. Sebab, jika tidak diperhatikan itu bisa dianggap menyepelekan psikologi politik kebijakan umum.

Jika dilihat dari psikologi politik pengaduan kebijakan, kebijakan tersebut terlalu ekstrem keterlaluannya. Semisal tarif normalnya dipertahankan tapi tidak diperkenankan untuk naik ke kawasan candi, bisa pula jadi alternatif kebijakan.

"Karena yang jadi pertimbangan penjagaan cagar budaya atau memberikan tahapan tarif yang masuk akal yang tidak mempengaruhi gejolak respon masyarakat," ujar Tulus.

Tulus menyarankan, pemerintah tidak 100 persen berkuasa secara politik karena kepemilikan dan pemeliharaan terkait pula UNESCO. Artinya, kalau kita berbuat obyektif untuk menuju kebermanfaatan seharusnya dapat dikonsolidasikan.

"Didiskusikan bersama bagaimana baiknya melalui diskusi kebudayaan," kata Tulus.

Terkini, PT Taman Wisata Candi (TWC) menggelar rakor. Dihadiri Kementerian BUMN, Kementerian Marves, Kementerian Dikbudristek, Kementerian Parekraf, Kementerian PUPR, Balai Konservasi Borobudur, Gubernur Jawa Tengah dan Bupati Magelang.

Dipimpin Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, diputuskan pembatasan kunjungan wisatawan. Terutama, untuk pengunjung yang naik ke Candi Borobudur dengan sistem kuota 1.200 orang per hari atau 10-15 persen jumlah wisatawan sebelum pandemi.

Atas kebijakan kuota tersebut, diputuskan adanya kebijakan harga khusus. Untuk wisatawan domestik sebesar Rp 750 ribu, wisatawan mancanegara 100 dolar AS dan untuk pelajar seperti grup study tour sekolah atau bukan individual Rp 5.000.

Wisatawan reguler bisa beraktivitas di Taman Wisata Candi Borobudur sampai di pelataran candi. Untuk wisatawan domestik dewasa/umum Rp 50 ribu, anak/pelajar Rp 25 ribu, lalu wisatawan mancanegara dewasa/umum 25 dolar AS dan anak/pelajar 15 dolar AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement