REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Muhammad Fauzi Ridwan
Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap terdakwa kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memberikan putusan tersebut.
Hakim Ketua Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Brigjen TNI Faridah Faisal mengatakan, salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan vonis, yakni Priyanto menyalahgunakan kapasitasnya sebagai prajurit TNI. "Terdakwa dalam kapasitasnya sebagai prajurit berpangkat kolonel yang didik, dipersiapkan dan dilatih dengan ilmu serta keterampilan militer untuk bertempur dengan musuh, telah menyalahgunakan ilmu dan keterampilannya tersebut untuk menghilangkan nyawa orang lain," kata Faridah saat persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Faridah melanjutkan, perbuatan Priyanto yang memutuskan untuk membuang jasad Handi Saputra dan Salsabila ke sungai pun bertentangan dengan semangat dan upaya TNI untuk memberikan citra dan kesetiaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Selain itu, perbuatan dan cara terdakwa menghabisi nyawa korban dilakukan dengan kejam dan sangat bertentangan dengan hak asasi manusia, sikap dan kepribadian terdakwa yang menganggap remeh dan tidak menghargai hak asasi manusia dapat membahayakan orang lain," imbuhnya.
Selain vonis penjara seumur hidup, majelis hakim juga menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Priyanto, yakni pemecatan dari dinas militer. Faridah menjelaskan, TNI adalah tentara dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Ia menyebut, hubungan TNI dengan rakyat tidak dipisahkan. Menurut dia, tanpa memiliki sifat-sifat kerakyatan, maka prajurit tersebut bukanlah prajurit TNI.
Selain tugas pokok, Faridah melanjutkan, kewajiban utama terpenting dari TNI adalah memelihara hubungan baik dengan rakyat, mencintai rakyat serta membela kepentingan rakyat. Soliditas antara TNI dengan rakyat merupakan sumber kekuatan TNI dan membuat TNI menjadi disegani oleh kawan maupun lawan. Untuk menjaga soliditas TNI tersebut, jelas dia, prajurit harus bersikap sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI yang tidak menyakiti hati rakyat dan tidak merugikan rakyat.
"Bahwa berdasarkan uraian di atas dihubungkan dengan perbuatan terdakwa, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat dan oleh karena itu majelis hakim berpendapat terdakwa tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai prajurit TNI," ujar dia.
Faridah menambahkan, dalam perkara ini majelis hakim menilai, Priyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, yakni pembunuhan berencana, melakukan perampasan kemerdekaan orang lain, dan menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematiannya yang mengakibatkan para korban meninggal dunia.
Majelis hakim memberi tiga pilihan bagi Priyanto. Yaitu pertama dapat menyatakan menerima putusan. Kedua, ia bisa menyatakan menolak putusan dan menyatakan banding. Ketiga, terdakwa bisa menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari.
"Sampai dengan tujuh hari ke depan terdakwa tidak menyatakan sikap menerima atau menolak putusan, terdakwa dianggap menerima putusan," kata Faridah.
Faridah kemudian mempersilakan Priyanto untuk berkoordinasi dengan tim penasihat hukumnya. Priyanto pun menghampiri meja tim penasihat hukum yang berada di sisi kanannya.
Setelah berdiskusi beberapa saat, Priyanto kembali ke hadapan majelis hakim. Ia menyampaikan dirinya dan tim penasihat hukum sepakat untuk menggunakan hak berpikir selama tujuh hari dalam menanggapi putusan tersebut.
"Kami nyatakan pikir-pikir," ucap Priyanto seraya berdiri di hadapan majelis hakim dengan sikap tegap sempurna.
Faridah pun menerima keputusan Priyanto. Ia lantas menyampaikan hal yang sama kepada Oditur Militer Tinggi II Jakarta. "Oditur juga mempunyai hak yang sama, silakan," ujar Faridah.
"Pikir-pikir, Yang Mulia," jawab Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy.
Sebelumnya pada sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (21/4/2022), Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menuntut terdakwa Priyanto hukuman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg, Jawa Barat. Priyanto dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana, penculikan, dan menyembunyikan mayat kedua remaja itu.
Priyanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal Primer 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang penyertaan pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP kejahatan terhadap kemerdekaan orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau menghilangkan mayat dengan maksud sembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Oleh karena itu, tuntutan hukuman penjara seumur hidup ini membuktikan dakwaan terhadap Priyanto secara keseluruhan.