REPUBLIKA.CO.ID., JERUSALEM -- Pemerintah koalisi Israel pada Senin (6/6/2022) gagal mengesahkan undang-undang yang memperbarui status hukum pemukim Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Parlemen Israel memberikan suara pada RUU tersebut, yang memperluas perlindungan hukum bagi pemukim yang tinggal di wilayah tersebut. Pemerintah kalah dengan selisih 58-52 di Knesset yang memiliki 120 kursi.
RUU itu dianggap sebagai "ujian" bagi pemerintah koalisi delapan partai di Israel, yang kehilangan mayoritas suara parlemen menyusul para deputi yang baru-baru ini menarik dukungan.
Berbicara di parlemen menjelang pemungutan suara, Menteri Kehakiman Gideon Saar mengatakan bahwa jika RUU itu tidak disahkan, polisi Israel tidak dapat menangkap mereka yang telah melakukan kejahatan dan melarikan diri ke tanah yang diduduki.
Polisi Israel juga tidak akan dapat beroperasi di pemukiman secara legal dan wilayah tersebut akan menjadi "titik kejahatan".
Saar memperingatkan bulan lalu bahwa koalisi pemerintahan mungkin tidak akan bertahan jika gagal mengesahkan undang-undang tersebut.
"Pukulan berat bagi koalisi" dan "Awal dari akhir koalisi" termasuk di antara berita utama yang digunakan oleh media lokal setelah pemungutan suara.
Pemerintah koalisi didirikan pada Juni 2021 dengan kepercayaan 61 deputi, yang terdiri dari delapan partai.