Selasa 07 Jun 2022 18:31 WIB

Pertimbangan Pemerintah Akomodasi Status Kewarganegaraan Ganda Disambut Baik

Keluarga dari perkawainan campuran posisi mereka berada pada posisi yang rentan.

Webinar dengan topik kewarganegaraan ganda kembali.
Foto: Dok. Web
Webinar dengan topik kewarganegaraan ganda kembali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Topik kewarganegaraan ganda kembali menarik perhatian masyarakat  beberapa pekan lalu, ketika Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, yang berbicara usai menghadiri Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Bali, tanggal 18 Mei 2022. Yasonna mengatakan, pemerintah akan mempertimbangkan keinginan diaspora Indonesia akan terakomodasinya dwikewarganegaraan. 

Kabar tentang keterbukaan terhadap perubahan hukum kewarganegaraan tersebut disambut baik oleh kalangan keluarga perkawinan campuran di Indonesia. Pada saat ini, pemenuhan hak-hak asasi manusia pasangan warga negara asing (WNA) dalam keluarga perkawinan campuran di Indonesia masih dibatasi.  

Baca Juga

Menurut Aliansi Pelangi Antar Bangsa Nia Schumacher, sebagai keluarga dari perkawainan campuran posisi mereka berada pada posisi yang rentan. “Hak dasar kami, Keluarga Perkawinan Campuran tidak sepenuhnya didapatkan, yaitu hak mencari nafkah dan hak untuk memiliki tempat tinggal dengan hak milik, seperti halnya keluarga Indonesia pada umumnya. Hal ini membuat kami menjadi keluarga yang rentan," kata Nia, Selasa (7/6/2022).

Adanya pemberian kewarganegaraan ganda diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih serta membuka kemungkinan pilihan hukum yang lebih luas bagi pasangan dalam pembagian harta benda maupun bagi anak untuk menjamin perlindungan yang lebih luas. "Kewarganegaraan ganda yang dimaksud adalah i) untuk suami/istri berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan warga negara asing tanpa kehilangan kewarganegaraan Indonesianya, ii) untuk anak dari keluarga tersebut dengan tetap mempertahankan kedua kewarganegaraanya seumur hidup, dan iii) supaya pasangan WNAnya dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia tanpa kehilangan kewarganegaraan asalnya, dengan syarat sudah menikah lebih dari 10 tahun," kata dia.

"Dengan status kewarganegaraan ganda, seluruh anggota keluarga perkawinan campuran dapat berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan dan kesejahteraan baik keluarganya maupun masyarakat Indonesia secara umum," ujar dia menambahkan.

“Kami berharap Para pemangku kepentingan, pembuat kebijakan, Pemerintah, DPR , dapat membahas isu Kewarganegaraan ganda ini dalam prolegnas 2020-2024, khususnya dapat masuk dalam list Prolegnas prioritas 2023. Kami mengapresiasi segala upaya pemerintah dan DPR sampai sejauh ini untuk melindungi keluarga perkawinan campuran,” kata Nia.

Undang-undang Kewarganegaraan saat ini (UU 12/2006) memang adalah terobosan penting tetapi selama 16 tahun sejak undang-undang itu disahkan, dunia menjadi semakin dinamis dan bergerak, sehingga makin banyak orang, termasuk warga negara Indonesia, bergerak dan berintegrasi dengan berbagai komunitas global. Akibat yang tak terhindarkan adalah meningkatnya perkawinan campuran. Menurut dia, sejak tahun 2000 lebih dari 25 negara telah mengakomodir fenomena ini dengan mengubah undang-undangnya yang mengizinkan kewarganegaraan ganda, sehingga kini lebih dari 130 negara di dunia menerima kewarganegaraan ganda.

Adapun pertimbangan-pertimbangan tentang ketertiban umum dan keamanan nasional yang dikhawatirkan timbul apabila Indonesia mengakomodasi kewarganegaraan ganda. Tapi, kata dia, itu telah diantisipasi dengan menyertakan syarat perkawinan campuran yang memungkinkan penerbitan kewarganegaraan ganda adalah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun usia perkawinan yang sah. "Karena, pasangan yang telah menikah minimal sepuluh tahun lazimnya adalah pasangan yang memang menikah dengan dasar cinta kasih dan keseriusan untuk membina rumah tangga, bukan karena alasan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu," kata dia.

Pengajar Hukum Tata Negara dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jantera Bivitri Susanti menekankan tidak perlu ada yang ditakutkan bagi negara menyangkut isu diberlakukannya kewarganegaraan ganda. Menurut dia, ketakutan itu sudah tidak berlasan dan relevan pada jaman sekarang. 

“Jadi memang tidak ada yang perlu ditakuti untuk kewarganegaraan ganda, karena kurang relevan untuk berpikir terlalu khawatir dan di takuti pada jaman sekarang," ujar Bivitri yang kerap di sapa dengan Bibib ini. 

Dalam pembahasan seputar pemenuhan hak pasangan WNA dalam keluarga perkawinan campuran yang telah dibahas tuntas melalui Webinar yang diselenggarakan pada hari Kamis (2/6/2022).

Dikutip dari Antara, sebelumnya Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna berharap langkah pemerintah dapat mengakomodasi kebutuhan warga negara Indonesia yang memiliki masalah kewarganegaraan.

 

“Diharapkan permasalahan anak berkewarganegaraan ganda dapat terakomodasi belum lagi persoalan kawin campur dan lain-lain. Ini persoalannya barangkali jadi dilema,” kata Yasonna 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement