Selasa 07 Jun 2022 21:12 WIB

Jerman: Kepentingan Ekonomi Afghanistan Bergantung pada Pilihan Taliban

Taliban dinilai sedang berjalan ke arah salah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Wanita Afghanistan menunggu untuk menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Saudi, di Kabul, Afghanistan, Senin, 25 April 2022. Kepemimpinan Taliban Afghanistan telah memerintahkan semua wanita Afghanistan untuk mengenakan burqa yang menutupi semua di depan umum. Dekrit hari Sabtu membangkitkan pembatasan serupa pada perempuan selama pemerintahan garis keras Taliban sebelumnya antara tahun 1996 dan 2001.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Wanita Afghanistan menunggu untuk menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Saudi, di Kabul, Afghanistan, Senin, 25 April 2022. Kepemimpinan Taliban Afghanistan telah memerintahkan semua wanita Afghanistan untuk mengenakan burqa yang menutupi semua di depan umum. Dekrit hari Sabtu membangkitkan pembatasan serupa pada perempuan selama pemerintahan garis keras Taliban sebelumnya antara tahun 1996 dan 2001.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menyerukan masyarakat internasional mengirim pesan kepada Taliban bahwa kelompok tersebut sedang menuju ke arah salah. Pernyataannya tampaknya merujuk pada kebijakan-kebijakan pembatasan yang diterapkan Taliban terhadap kaum perempuan Afghanistan.

“Pengaruh kami terhadap apa yang terjadi di dalam Afghanistan sangat terbatas. Itu tergantung pada Taliban yang membuat pilihan rasional demi kepentingan ekonomi mereka sendiri, dan bukan itu yang mereka lakukan sekarang,” kata Baerbock saat berkunjung ke Islamabad, Pakistan, Selasa (7/6).

Baca Juga

 Dia pun memperingatkan tentang potensi terjadinya bencana kemanusiaan di Afghanistan. “Bukan salah rakyat Afghanistan bahwa pemerintah mereka digulingkan Taliban,” ujar Baerbock.

Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), bahkan masih menerapkan sanksi ekonomi terhadap Afghanistan yang kini dipimpin Taliban, Salah satu penyebab tak diakui pemerintahan Taliban adalah karena mereka belum menunjukkan komitmen untuk memenuhi hak-hak dasar warga Afghanistan, terutama bagi kaum perempuan. 

Akhir Mei lalu, puluhan perempuan Afghanistan menggelar demonstrasi menuntut pemenuhan hak-hak mereka, terutama di bidang pendidikan. Sejak Taliban berkuasa kembali di Afghanistan, mereka telah mengekang kembali kehidupan kaum perempuan di sana. “Pendidikan adalah hak saya! Buka kembali sekolah!” teriak para perempuan Afghanistan dalam aksi mereka di depan gedung Kementerian Pendidikan pada 29 Mei lalu, dilaporkan laman Al Arabiya.

Mengingat peraturan baru pemerintahan Taliban tentang busana perempuan di ruang publik, banyak dari peserta aksi yang mengenakan cadar. Unjuk rasa itu mendapat penjagaan dari anggota Taliban. “Kami ingin membacakan sebuah deklarasi, tapi Taliban tidak mengizinkannya. Mereka mengambil ponsel milik beberapa gadis serta mencegah kami mengambil foto atau video aksi protes kami,” ujar Zholia Parsi, salah satu perempuan Afghanistan yang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.

Setelah menyampaikan aspirasi dan tuntutannya, para peserta aksi bubar secara damai. Belum lama ini Taliban menolak seruan Dewan Keamanan PBB untuk mencabut pembatasan yang diterapkan pada kaum perempuan di Afghanistan, termasuk dalam hal akses pendidikan, kebebasan bergerak, dan pekerjaan. Taliban pun enggan mengubah keputusannya perihal kewajiban perempuan Afghanistan mengenakan burqa saat berada di ruang publik.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Taliban mengatakan, keprihatinan Dewan Keamanan atas kehidupan kaum perempuan di Afghanistan tidak berdasar. Taliban turut mempertanyakan mengapa mereka harus mencabut peraturan tentang kewajiban mengenakan burqa bagi perempuan Afghanistan. “Karena masyarakat Afghanistan mayoritas Muslim, pemerintah Afghanistan menganggap ketaatan jilbab Islam sejalan dengan praktik agama dan budaya masyarakat,” kata Kemenlu Taliban pada 27 Mei lalu.

Pada 24 Mei lalu, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengadopsi resolusi berisi kritikan terhadap pemerintahan Taliban di Afghanistan. Resolusi itu menyoroti dibatasinya perempuan Afghanistan memperoleh pendidikan, mengakses pekerjaan di pemerintahan, dan kebebasan bergerak.

Dewan Keamanan PBB meminta Taliban segera mencabut kebijakan dan praktik yang saat ini membatasi hak asasi manusia (HAM) serta kebebasan mendasar kaum perempuan, termasuk anak perempuan, di Afghanistan. Mereka juga menyerukan Taliban membuka kembali semua sekolah untuk seluruh siswi di negara tersebut.

 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement