REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta agar independensi Polri tidak diganggu oleh kepentingan politik tertentu. Hal ini ditegaskan Mahfud saat menjadi narasumber dalam acara Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, di Nusa Dua Bali, Selasa (7/6).
"Saya selalu minta jangan diganggu independensi Polri, Presisi Polri jangan diganggu dengan pesan-pesan politik, enggak boleh. Kalau enggak, bisa rusak semuanya. Karena politik itu menegakkan fungsi demokrasi, sementara Polri punya fungsi nomokrasi," kata Mahfud di hadapan para direktur kriminal dari polda di seluruh Indonesia.
Menurut Mahfud, masyarakat memiliki harapan baik kepada institusi Polri. Hal tersebut, lanjutnya, berbanding lurus dengan hasil survei kepuasan publik terhadap Polri.
Oleh sebab itu, sambung Mahfud, independensi dan Presisi Polri harus terus didorong. "Kita punya harapan yang baik dan ini yang harus kita dorong," tutur Mahfud sembari memaparkan terkait kebijakan dan strategi Kemenko Polhukam melalui penguatan profesionalisme dan akuntabilitas pelaksanaan penegakkan hukum Polri.
Dalam kesempatan ini, Mahfud juga menyampaikan hasil survei kepuasan masyarakat terhadap Polri menempati posisi yang baik. Meski demikian, menurut dia, hasil survei memang fluktuatif, tergantung perubahaan kinerja.
"Berdasarkan hasil survei, kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap Polri menempati posisi baik. Pada survei Litbang Kompas tanggal 17 sampai 30 Januari 2022 kepuasan publik terhadap pemerintah mencapai angka 73,9 persen, sedangkan kepuasan terhadap bidang Polhukam mencapai 77,6 persen dan bidang hukum mencapai 69 persen," ungkap Mahfud.
"Tak dapat dipungkiri Polri memberi kontribusi besar atas capaian tersebut. Meski begitu, hasil survei memang fluktuatif, tergantung perubahan kinerja," tambah Mahfud yang juga merupakan Ketua Komisi Kepolisian Indonesia (Kompolnas).
Disamping itu, Mahfud pun meminta Polri agar terus bekerja secara profesional dan tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk menghancurkan negara melalui serangan proksi.
"Kritik kita tampung, tapi tetap profesional, terapkan Presisi, yaitu prediktif, mampu memperkirakan situasi dan peristiwa sehingga bisa melakukan langkah antisipatif dan preventif. Selanjutnya responsibilitas, melangkah secara proaktif, tidak diam serta mampu memanfaatkan peluang, kritis dan melayani. Dan yang terakhir transparan, terbuka dan bertanggungjawab, menerima saran dan kritik sebagai bagian tugas bersama," imbuhnya.