Rabu 08 Jun 2022 12:54 WIB

Soal Kemiskinan, Pengamat: Kunci Bantuan yang Tepat Ada di Pendataan

Pengawasan dan evaluasi terhadap data harus kuat sehingga bisa menjadi alat ukur.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah warga memancing di kawasan permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Cisadane, Pancasan, Kota Bogor, Jawa Barat.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah warga memancing di kawasan permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Cisadane, Pancasan, Kota Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pengamat Pemerintahan dan Kebijakan Publik, Yus Fitriadi, mengatakan, salah satu faktor kemiskinan yang meningkat di Kota Bogor adalah bantuan pemerintah yang bersifat tunai, baik untuk penguatan Usaha Kecil Menengah (UKM), mengatasi PHK, dan lain-lain tidak tepat sasaran. Padahal, faktor tersebut bisa diperbaiki dari data yang dimiliki pemerintah.

Menurut Yus, bantuan untuk keluarga miskin baik yang dampak pandemi maupun bukan, sangat berhubungan erat dengan data-data. Seperti data sosial, data ekonomi, dan data lainnya. 

“Makanya, harus berawal dari data. Sebetulnya, pemerintah sudah luar biasa menggelontorkan dana untuk bantuan-bantuan itu. Namun, seakan tidak terlihat signifikan kontribusinya. Buktinya, kemiskinan terus meningkat,” kata Yus kepada Republika, Rabu (8/6/2022).

Yus menegaskan, pengawasan dan evaluasi terhadap data harus kuat. Sehingga, hasil pengawasan dan evaluasi tersebut bisa menjadi alat ukur.

Sementara terkait penguatan ekonomi yang berbasis UKM, maka pemanfaatan lembaga keuangan mitra yang sehat menjadi penting. Sekaligus peran monitoring, evaluasi, dan treatment dari pemerintah kota. 

“Karena kita paham pemerintah tidak akan kuat menjalankan peran pengawasannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, tak menampik jika jumlah warga miskin di Kota Bogor bertambah. Namun, dia menyebutkan jika kondisi tersebut terjadi karena pandemi Covid-19 pada 2020 hingga 2021.

Bima Arya menyebut, secara umum, tingkat Kemiskinan Kota Bogor dari 2015 hingga 2019 terus menurun. Pada 2015 angka kemiskinan sebesar 7,6 persen menurun menjadi 5,77 persen pada 2019. Akibat Covid-19, angka kemiskinan pada tahun 2020 meningkat dari 5,77 persen menjadi 6,68 persen.

Namun, Bima Arya mengklaim, angka kemiskinan Kota Bogor, lebih rendah dibandingkan dengan angka kemsikinan di Provinsi Jawa Barat sebesar 8,34 persen, dan secara Nasional sebesar 10,19 persen.

“Sebenarnya Kota Bogor lebih rendah jika dibandingkan angka kemsikinan Provinsi Jawa Barat, dan Nasional sebesar 10,19 persen,” kata Bima Arya dalam keterangannya.

Beberapa program kegiatan, disebutkan Bima Arya, antara lain Program Bantuan Langsung Tunai, Program Keluarga Harapan (PKH), BPJS Kesehatan Bagi warga Miskin, beasiswa anak kurang mampu, Pengembangan kampung tematik, Gerakan Bogor Berkebun, dan pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

“Ada juga bantuan pendidikan (ijazah), akses permodalan bagi masyarakat miskin, bantuan hukum bagi warga miskin,” ujarnya.

Pria yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) itu meyakini dengan intervensi melalui sejumlah program tersebut, paling tidak dapat menurunkan jumlah penduduk miskin di Kota Bogor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement