REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyusun sejumlah langkah terkait pendistribusian dan penyembelihan hewan kurban di tengah melandanya penyakit mulut dan kuku (PMK). Di mengimbau, masyarakat untuk membeli hewan kurban yang bertanda kuning.
"Untuk memberikan ketenangan warga, jadi setiap hewan kurban yang aman itu dikeping tanda kuning. Kaya anting," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil usai rapat di kantor Kemenag Jabar, Rabu (8/6).
Emil menjelaskan, hewan kurban yang memiliki tanda kuning di bagian telinganya itu merupakan tanda layak konsumsi, atau sehat dan sesuai syariat agama. Dia pun mengimbau, agar penjual dan peternak memastikan kesehatan hewannya.
"Masing-masing daerah nanti ada keping kuning tanda sehat. Jadi, kepada konsumen atau pembeli, dan pemotong (penyembelihan) hewannya harus ada tanda kuning di kuping," katanya.
Emil pun memastikan pelaksanaan Idul adha aman, baik dari sisi pelaksanaan kurban maupun shalatnya. Hal ini mengacu pada pelaksanaan hari raya Idulfitri beberpa waktu lalu.
Menurut Emil, kebutuhan hewan kurban di Jabar terbesar di Indonesia. Totalnya sekitar 804 ribu hewan kurban. Adapun jumlah kebutuhan hewan kurban di Jabar, yakni 96.500 sapi, 2.600 kerbau, 609.000 domba, dan 95.000 kambing.
Emil menjelaskan, penanganan PMK tak jauh berbeda dengan COVID-19. Pemprov Jabar membuat gugus tugas dari tingkat kota atau kabupaten hingga desa.
"Saat ini yang terdampak (PMK) sekitar empat persen berbasis desa. Jadi, di wilayah Jabar 95,5 persennya tidak terdampak," kata Emil.
Pemprov Jabar, kata dia, telah menyiapkan vaksinasi gratis untuk hewan ternak. Sehingga, tingkat kesembuhan PMK ini terbilang tinggi, saat ini sudah lebih 30 persen sembuh.
"Tidak menular ke manusia. Maka, warga Jabar tenang saja. Cek telinganya. Sisanya penularan bisa kita batasi dengan pemeriksaan di batas wilayah Jabar, gugus tugas, vaksinasi dan obat-obat," katanya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat Moh Arifin Soedjayana, irtek atau penanda di kuping menjadi salah satu ciri tanda hewan kurban sehat. Selain itu, ada juga penanda yang berbentuk kalung mengingat setiap kabupaten/kota melakukan pengadaan penanda hewan kurban sehat berbeda-beda.
Namun selain urusan penanda, Arifin juga menekankan, faktor atau syarat utama hewan kurban sehat adalah adanya surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). “Itu yang paling inti, karena kalau ciri atau penanda ada, tapi surat tidak ada itu bisa jadi masalah. Di luar SKKH penciri tambahan itu supaya lebih menenangkan konsumen, tandanya bisa di kuping atau kalung,” katanya.
Terkait hewan kurban cacat, Arifin memastikan, MUI dalam fatwanya memberikan dua kategori. Yaakni hewan bergejala ringan dan gejala berat yang masing-masing ada gejala klinisnya. Untuk gejala ringan yakni panas atau hidung mengeluarkan ingus, sementara untuk yang gejala berat paling pokok adalah hewan pincang atau tidak bisa jalan.
“Jadi yang berat itu masalahnya di kaki, itu tidak bisa digunakan kurban karena bisa disebut cacat,” katanya.
Arifin pun memastikan, pemeriksaan kesehatan hewan kurban dimulai berjenjang dari kabupaten/kota atau provinsi pengirim, kemudian ketika hewan kurban tiba maka kabupeten/kota dan provinsi akan memantau perkembangan di tempat penjualan. “Kabupaten/kota akan tetap melakukan monitoring, provinsi akan menurunkan dokter hewan,” katanya.