REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Deddy Herlambang menyoroti wacana integrasi tarif transportasi di DKI Jakarta. Menurutnya, tarif senilai Rp 10 ribu per tiga jam nantinya, masih dinilai terlalu mahal jika merujuk pada standar Bank Dunia yang mengalokasikan belanja biaya transportasi setiap bulannya senilai 10 persen dari total pendapatan.
“Kalau kita pakai UMP DKI Jakarta yang masih di bawah Rp 5 juta perbulan tentunya tarif integrasi Rp 10 ribu masih agak berat,” kata Deddy kepada Republika.co.id, Rabu (8/6).
Dia memerinci, jika hitungan Rp 10 ribu sekali jalan dikali dua perjalanan setiap hari dan 26 hari kerja, maka totalnya Rp 520 ribu. Jumlah itu, kata dia, masih lebih tinggi dari 10 persen UMP DKI yang kini sebesar Rp 4,6 juta.
“Apalagi bagi mereka yang gunakan KRL, pastinya akan mahal lagi biaya transportasinya tiap bulan,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Ismail, mengatakan, pihaknya menyetujui tarif integrasi antar moda LRT, MRT, dan Transjakarta sebesar Rp 10 ribu. Kendati demikian, persetujuan itu dinilainya belum sampai kepada tahap finalisasi.
“Tapi ini seharusnya membuka ruang untuk menyempurnakan draft jika ada yang perlu ditambah,” kata Ismail dalam rapat Komisi B di DPRD DKI, Selasa (7/6/2022).