Rabu 08 Jun 2022 17:27 WIB

Prediksi Mengapa Jokowi akan Sangat Berhati-hati Soal Reshuffle

Jokowi diprediksi tidak akan mereshuffle menteri dari partai, khususnya Nasdem.

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Jokowi dinilai akan sangat berhati-hati terkait isu reshuffle kabinet mengingat masa kerjanya yang kurang dari 2 tahun lagi. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Jokowi dinilai akan sangat berhati-hati terkait isu reshuffle kabinet mengingat masa kerjanya yang kurang dari 2 tahun lagi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Mabruroh, Haura Hafizhah, Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro

Center for Strategic and International Studies (CSIS) merespons soal kabar reshuffle kabinet Indonesia Maju Jilid II. Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, menilai Presiden Jokowi akan sangat berhati-hati me-reshuffle kabinetnya.

Baca Juga

"Pertama karena masa waktu sisa pemerintah yang lebih kurang sekitar satu sampai dua tahun terlalu beresiko buat presiden untuk melakukan reshuffle yang punya efek pada dukungannya  di parlemennya," kata Arya dalam diskusi daring, Rabu (8/6/2022).

Termasuk, kata Arya, me-reshuffle menteri-menteri yang berasal dari Partai Nasdem. Sebab, menurutnya terlalu beresiko jika Presiden Jokowi me-reshuffle menteri dari Nasdem dari jajaran kabinetnya.

"Apalagi kalau me-reshuffle Nasdem tanpa memberikan konsesi politik. Dugaan saya itu tidak akan dilakukan presiden," ujarnya.

Arya menyebut Presiden Jokowi tidak akan mempersoalkan gerak partai-partai politik menjelang Pemilu 2024. Reshuffle dinilai hanya akan membuat stabilitas politik terganggu.

"Saya kira presiden berada dalam posisi di tengah  dalam perilaku antarpartai ini. Jadi presiden dugaan saya tidak akan membatasi kemungkinan partai untuk membangun skenario atau bertemu dengan partai manapun," ucapnya.

Isu reshuffle kabinet sempat berembus menyusul hasil survei Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia terkait kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi yang dirilis bulan lalu. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi, mengatakan, tren kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden saat ini berada di angka 58,1 persen, terbagi pada 8 persen sangat puas dan 50,1 persen cukup puas.

Sedangkan responden yang tidak puas dengan kinerja Jokowi sebanyak 29,1 persen dan 6,1 persen tidak puas sama sekali.

“Bila berdasarkan pemilihan presiden, pemilih Jokowi-Maruf menyatakan kurang puas 23 persen, lalu berdasarkan wilayah Sulawesi tingkat kepuasannya lebih rendah dibandingkan wilayah lain 7 persen,” kata Burhanudin dalam pemaparannya melalui Youtube Indikator, Ahad (15/5/2022).

Menurut Burhan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden ini menurun sejalan dengan data grafik inflasi. Ketika masyarakat tidak puas terhadap kinerja presiden adalah ketika inflasi meningkat tinggi. 

 

“Inflasi mulai meningkat terutama sejak Februari, sekarang sudah hampir 4 persen, kepuasan terhadap Jokowi juga tertekan. Ini 58,1 persen kepuasan terhadap presiden di bulan Mei, adalah kepuasan paling terendah selama 6 tahun terakhir,” kata dia. 

 

 

Merespons hasil survei Indikator Politik, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai, reshuffle dapat dilakukan Jokowi untuk menteri yang menangani bidang ekonomi dan politik. Menurut Jamiluddin, sudah saatnya Jokowi me-reshuffle kabinetnya.

"Reshuffle kabinet dapat dilakukan untuk bidang ekonomi dan politik. Di bidang ekonomi kabinet Jokowi perlu penyegaran agar dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi," ujar dia.

"Melalui reshuffle kabinet, kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi diharapkan akan membaik. Hanya dengan kepercayaan masyarakat, Jokowi dapat meningkatkan kinerja kabinetnya," ujarnya, menambahkan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement