Rabu 08 Jun 2022 21:29 WIB

BPOM RI Yakin Pelabelan BPA dalam AMDK tak Rugikan Pelaku Usaha

BPOM menyebut tidak ada pelarangan AMDK berbahan PC dalam aturan pelabelan BPA

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito. Kepala Badan POM pun menegaskan beberapa poin penting dalam pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik antara lain, tidak melarang penggunaan kemasan galon PC sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha. Hal ini semata untuk kepentingan perlindungan konsumen dan juga pelaku usaha.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito. Kepala Badan POM pun menegaskan beberapa poin penting dalam pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik antara lain, tidak melarang penggunaan kemasan galon PC sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha. Hal ini semata untuk kepentingan perlindungan konsumen dan juga pelaku usaha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito mengatakan dengan semakin meningkatnya konsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Badan POM RI melakukan reviu terhadap standar kemasan dan pelabelan AMDK. Sebagaimana berlaku di dunia internasional, reviu yang dilakukan berdasarkan perkembangan hasil pengawasan, ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi, serta bukti ilmiah di Indonesia dan di negara lainnya.

Kepala Badan POM pun menegaskan beberapa poin penting dalam pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik antara lain, tidak melarang penggunaan kemasan galon PC sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha. Hal ini semata untuk kepentingan perlindungan konsumen dan juga pelaku usaha.

Saat ini, di masyarakat internasional dan dalam negeri telah banyak informasi terkait keamanan Bisfenol A (BPA) pada kemasan plastik polikarbonat (PC) yang berpotensi berdampak pada kesehatan. BPA merupakan salah satu bahan penyusun plastik PC kemasan air minum dalam galon yang pada kondisi tertentu dapat bermigrasi dari kemasan plastik PC ke dalam air yang dikemasnya.

BPA bekerja atau berdampak kesehatan melalui mekanisme endocrine disruptors atau gangguan hormon khususnya hormon estrogen sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita, diabetes dan obesitas. Kemudian, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental, Autism Spectrum Disorder (ASD), dan pemicu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

Karena menjadi perhatian serius di luar negeri terhadap dampak kesehatan dari BPA ini, pada tahun 2018 Uni Eropa menurunkan batas migrasi BPA yang semula sebesar 0,6 bpj (bagian per juta) turun menjadi 0,05 bpj. Beberapa negara seperti Prancis, Brazil, Negara Bagian Vermont, dan distrik Columbia (Amerika Serikat) telah menetapkan pelarangan penggunaan BPA pada kemasan pangan, termasuk AMDK.

Bahkan, negara Bagian California (Amerika Serikat) mengatur pencantuman peringatan label bahaya BPA berupa potensi risiko kanker, gangguan kehamilan, dan fungsi reproduksi. BPA termasuk dalam salah satu senyawa yang diatur dalam daftar Proposition 65 (Peraturan Negara Bagian California) yang harus mencantumkan peringatan pada label kemasan setiap produk dan pada ritel/rak penjualan.

“Di Indonesia, persyaratan batas migrasi Bisfenol A pada kemasan plastik PC ditetapkan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, sebesar 0,6 bpj. Berdasarkan hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan Badan POM pada tahun 2021 dan 2022, baik dari sarana produksi maupun peredaran, ditemukan 3,4 persen sampel tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh di sarana peredaran”, jelas Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dalam keterangan, Rabu (8/6).

Berdasarkan hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan (berada pada 0,05 sampai dengan 0,6 bpj) sebesar 46,97 persen di sarana peredaran dan 30,9 persen di sarana produksi. Hasil pengawasan kandungan BPA pada produk AMDK dengan kandungan BPA di atas 0,01 bpj (berisiko terhadap kesehatan) di sarana produksi sebesar 5 persen sampel galon baru dan di sarana peredaran sebesar 8,67 persen.

“Sehingga dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur, Badan POM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan”, jelasnya.

“Pengaturan pelabelan BPA pada AMDK ini juga dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi, serta bukti ilmiah di negara lain. Dan perlu dipahami bersama bahwa isu BPA dalam produk pangan olahan ini bukan masalah kasus lokal atau nasional, tetapi merupakan perhatian global yang harus kita sikapi dengan cerdas dan bijaksana untuk kepentingan perlindungan kesehatan konsumen”, tambahnya.

Agar tidak terjadi penyimpangan informasi, peraturan ini hanya mengatur kewajiban mencantumkan tulisan cara penyimpanan pada label AMDK: seperti “Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” dan pencantuman label “Berpotensi Mengandung BPA” pada produk AMDK yang menggunakan kemasan plastik PC. 

Namun demikian, pencantuman label “Berpotensi Mengandung BPA” dikecualikan untuk produk AMDK dengan hasil analisis BPA tidak terdeteksi dengan nilai Limit of Detection (LoD) ≤ 0,01 bpj dan migrasi BPA dari kemasan plastik polikarbonat memenuhi ketentuan perundang-undangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement