REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Dislutkanak) Cianjur, Jawa Barat, masih kekurangan tenaga medis untuk melakukan penanganan, upaya dan pencegahan penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang merebak di wilayah tersebut. Kepala Dislutkanak Cianjur, Ahmad Rifai di Cianjur, Rabu (8/6/2022) mengatakan sejak merebaknya wabah PMK melanda sejumlah wilayah di Indonesia, pihaknya telah melakukan berbagai upaya penanganan dan pencegahan agar hewan ternak di Cianjur tidak sampai terjangkit.
"Pemeriksaan rutin dilakukan petugas kesehatan hewan ke sejumlah peternakan besar dan kecil yang ada di Cianjur, sebagai upaya pencegahan. Termasuk menyiagakan petugas di pos perbatasan agar tidak ada hewan ternak dari luar masuk ke Cianjur," katanya.
Penyebaran kasus yang ditemukan menyebar dengan cepat, sehingga petugas kewalahan untuk memberikan pelayanan. Karena selama ini petugas kesehatan hewan yang ada di dinas peternakan sangat terbatas.
Tercatat saat ini, pihaknya hanya memiliki satu orang dokter hewan, 10 orang tenaga kesehatan hewan dari tiga UPTD yang ada di Cianjur. Sehingga penanganan cepat tidak dapat dilakukan karena keterbatasan tenaga.
"Penyebaran kasus yang cepat, ditambah minim-nya petugas di lapangan menjadi kendala terbesar kami saat ini, sehingga kami banyak melakukan komunikasi dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang siap membantu dalam melakukan upaya penanganan PMK," katanya.
Hingga saat ini, tambah dia, pihaknya mencatat sebanyak 143 ekor sapi terindikasi PMK. Dengan rincian 60 ekor di antaranya berstatus suspek, 79 lainnya terduga dan sisanya empat ekor sudah dinyatakan tertular setelah dilakukan tes darah," katanya.
Sapi yang dinyatakan terjangkit, telah dilakukan isolasi dan perawatan selama 14 hari. Sebelum dinyatakan sembuh, seluruh kegiatan di peternakan yang sapi-nya terjangkit dihentikan untuk sementara.