UGM Deklarasikan Kampus Bebas Tindakan Kekerasan
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Kampus UGM Yogyakarta. | Foto: Yusuf Assidiq
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rektor UGM, Prof Ova Emilia, akan mendeklarasi UGM sebagai kampus yang bebas tindak kekerasan, terutama kekerasan seksual. Salah satunya disosialisasi ke hadapan 6.250 mahasiswa yang akan mendapatkan pembekalan KKN secara daring.
Komitmen ini akan ditindaklanjuti dengan adanya sosialisasi secara masif kepada seluruh civitas kampus. Ova menjelaskan, sejak 2019 lalu, UGM telah melakukan sejumlah usaha penanganan dan manajemen terhadap kekerasan di lingkungan kampus.
Lalu, dipertegas Peraturan Rektor UGM 1/2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat UGM. Terbit setahun sebelum Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
"Peraturan Rektor UGM ini akan terus disinkronkan Permendikbudristek. Secara global universitas merupakan tempat kedua terbanyak terjadinya kekerasan seksual dan ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun secara global," kata Ova, Kamis (9/6).
Hal itu mendorong UGM sebagai institusi pendidikan mengembangkan sistem mencegah tindak kekerasan seksual. Antara lain peningkatan literasi mahasiswa, dosen dan tendik, peningkatan keterampilan mengatasi kekerasan seksual dan lokakarya.
Ova menekankan, sebagai terobosan pelaporan, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, website resmi UGM telah disiapkan kanal khusus Pusat Krisis. Kanal itu diperuntukkan civitas kampus yang ingin melapor tindak kekerasan yang dialami.
"Kita siapkan crisis center yang ada di website UGM, di mana mahasiswa bisa mengakses secara online dari manapun untuk pelaporan," ujar Ova.
Bila terjadi kedaruratan, ia berharap, sistem universitas bisa mengantisipasi dan mengatasinya dengan lebih baik dan lebih siap Dengan begitu, bisa mendorong terwujud lingkungan kampus yang aman dan nyaman dari berbagai bentuk kekerasan.
Selain ke calon mahasiswa KKN, sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual diberikan ke 250 dosen pembimbing lapangan (DPL). Lalu, kepada mahasiswa baru (Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) Agustus mendatang.
"Jangan lupa, UGM telah menyiapkan Unit Layanan Terpadu (ULT) yang akan cepat merespons laporan yang masuk terjadinya kekerasan seksual di kampus," kata Ova.
Direktur Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Prof Irfan D Prijambada menjelaskan, UGM akan memberangkatkan sebanyak 6.250 mahasiswa KKN pada 25 Juni mendatang. Mahasiswa itu akan diterjunkan di 28 provinsi, 85 kabupaten dan 197 kecamatan.
Ia berharap, melalui pembekalan atau sosialisasi sebagai kampus anti kekerasan tidak ada tindak kekerasan dalam berbagai bentuk selama KKN nanti. Sebelumnya, lanjut Irfan, mereka telah pula mendirikan crisis center KKN bagi mahasiswa.
"Sejak ada KKN di UGM sudah ada crisis center sebagai layanan untuk melaporkan hal-hal kedaruratan saat KKN," ujar Ova.
Ketua Health Promoting University UGM, Prof Yayi Suryo Prabandari menambahkan, UGM pada 2019 telah mendeklarasikan diri sebagai kampus sehat baik secara fisik, mental, maupun sosial. Ada delapan kegiatan utama dari program kampus sehat ini.
"Salah satunya zero tolerance kekerasan, perundungan dan pelecehan. Program lain literasi kesehatan, pola makan, aktivitas fisik, kesehatan mental, kesehatan reproduksi, serta lingkungan hidup sehat, aman dan ramah difabel," kata Yayi.