Kamis 09 Jun 2022 17:59 WIB

Siapkah Indonesia Memasuki Masa Endemi?

Disiplin prokes justru tetap penting di masa transisi pandemi ke endemi.

Red: Indira Rezkisari
Warga berolahraga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor ( HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Ahad (22/5/2022). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali menggelar Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di sejumlah ruas jalan Ibu Kota seiring dengan masa transisi menuju endemi setelah melandainya kasus Covid-19 di DKI Jakarta. HBKB tersebut digelar mulai pukul 06.00 – 10.00 WIB dalam rangka meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga berolahraga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor ( HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Ahad (22/5/2022). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali menggelar Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di sejumlah ruas jalan Ibu Kota seiring dengan masa transisi menuju endemi setelah melandainya kasus Covid-19 di DKI Jakarta. HBKB tersebut digelar mulai pukul 06.00 – 10.00 WIB dalam rangka meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Intan Pratiwi, Rizkyan Adiyudha, Antara

Peralihan status dari pandemi ke endemi Covid-19 agaknya dinanti-nanti publik. Hasil survei nasional oleh Indikator Politik Indonesia mendapati mayoritas masyarakat ingin agar status pandemi Covid-19 berubah menjadi endemi.

Baca Juga

Dalam paparan hasil survei kemarin (8/6/2022), Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi mengatakan, berdasarkan survei tersebut 71,9 persen masyarakat setuju perubahan status Covid-19 tersebut. Rinciannya, 20,9 persen sangat setuju dan 51,0 persen setuju status berubah dari pandemi ke endemi.

Sementara itu, ada 14,2 persen masyarakat yang belum setuju status pendemi berubah menjadi endemi. Rinciannya 8,4 persen tidak setuju dan 5,8 persen tidak setuju sama sekali. Sedangkan, ada 14,0 persen yang tidak tahu atau tidak menjawab.

Indonesia memang belum menyatakan resmi sudah memasuki masa endemi. Sejumlah pelonggaran namun sudah diberlakukan, salah satunya terkait penggunaan masker di kawasan luar ruangan dan tidak padat orang.

Pelonggaran protokol kesehatan (prokes) memang menimbulkan pro dan kontra. Perawat Infection Prevention Control Nurse (IPCN) Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Rini Kurniati, saat berbicara di konferensi virtual transisi menuju endemi Covid-19, Kamis (9/6/2022), menyebutkan di area tertentu, masyarakat memang boleh tidak menerapkan prokes. Contohnya penggunaan masker di area terbuka.

Ia menjelaskan, aliran udara memang memengaruhi kerapatan virus sehingga seseorang boleh melepas masker. Namun, tetap ada syarat yang harus dipenuhi yaitu jarak antarorang tidak boleh terlalu rapat. Ia menyontohkan pada saat berada di area publik untuk memeriahkan konser maka harus tetap mengenakan masker.

"Karena meski area terbuka tetapi kerapatannya cukup padat. Maka kita tetap dianjurkan mengenakan masker (saat menghadiri konser) karena penularan Covid-19 melalui droplet orang ke orang," katanya.

Ia mengingatkan, melaksanakan prokes justru tetap penting di masa transisi ini. Oleh karena itu, ia menilai sosialisasi mengenai menerapkan prokes di saat yang tepat juga menjadi tugas nakes. Ia menyontohkan, dirinya yang bekerja di area pencegahan infeksi memiliki pekerjaan edukasi prokes supaya pemahaman masyarakat jadi benar.

Masyarakat, dia menambahkan, harus tetap diedukasi kenapa harus tetap melakukan prokes. Oleh karena itu, nakes diminta terus melakukan edukasi prokes, termasuk mengenai kapan saat yang harus memakai masker dan kapan saat bisa melepaskannya. Kemudian, akhirnya masyarakat memahami dan menyadari kapan perlu pakai masker dan kapan bisa melepasnya.

Kendati demikian, ia menilai masyarakat Indonesia semakin pintar, mereka juga tahu kapan membuka masker di area publik. Sebab, ia melihat masyarakat saat di area terbuka dan berolahraga sudah mulai paham cara membuka masker dan kapan harus memakai masker.

"Misalnya saat ada di area publik dan berjalan sendiri bisa membuka masker. Tetapi saat bertemu dengan teman dan jaraknya dekat maka tetap menggunakan maskernya, itu sangat baik," ujarnya.

Menurutnya, kebiasaan ini positif dan ini terlihat dengan angka kasus Covid-19 semakin baik. Ia optimistis Indonesia siap menghadapi endemi Covid-19.

"Kita lihat beberapa pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dilonggarkan dan hasilnya cukup baik. Saya rasa masyarakat semakin siap dan paham, mereka juga patuhi prokes," ujarnya.

Meski angka kasus Covid-19 sedikit meningkat, ia optimistis Indonesia bisa menanggulanginya.

Ia menambahkan, indikator yang selalu pihaknya pantau yaitu jumlah kasus atau penularannya, angka penularan, kecepatan penularan, tingkat keparahan, dan tingkat kematian akibat virus ini. Sejauh ini, pihaknya mencatat peningkatan kasus Covid-19, negara-negara yang melaporkan kasus ini semakin lama semakin sedikit, bahkan di beberapa negara mungkin nol kasus. Kendati demikian, ia menyebutkan angka kenaikan kasus, angka keparahan, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia tetapb bisa dilihat.

"Mudah-mudahan kita (Indonesia) masuk endemi, dilihat dari keseharian laporannya, kemudian tingkat kasus Covid-19 di rumah sakit menjurus ke arah endemi," katanya.

Ia menyebutkan, ketersediaan ruang isolasi di fasilitas kesehatan di Indonesia juga semakin lama semakin banyak. Rumah sakit semakin siap dalam menghadapi Covid-19. Jika sudah mengetahui kasus Covid-19, kemudian mengerti cara menangani dan mengelolanya, ia optimistis tingkat kesembuhan pasien akan lebih baik lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement