REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khamr merupakan bahasa Arab yang berarti “tutup”. Secara harfiah khamr diartikan menghalangi dan menutupi. Sedangkan, dalam bahasa yang lebih popular, khamr memiliki arti minuman keras yang memabukkan.
Khamr adalah segala bentuk minuman atau hal lainnya yang dapat menghilangkan kesadaran. Dalam hal ini, bius juga dapat dimasukan pada khamr.
Alquran menetapkan hukum meminum khamr adalah haram. Bagi ulama yang menganalogikan alkohol dengan khamr, maka hukum menggunakannya sama dengan hukum menggunakan khamr.
Sedang yang menganologikannya dengan nabīdz, maka hukumnya boleh diminum sampai batas tidak memabukkan. Imam Syafi’i kendati melarangnya, tetapi tidak sepenuhnya mempersamakan alkohol dengan khamr. Beliau beranggapan menggunakannya tidak mengakibatkan sanksi hukum seperti keharusan didera atau gugurnya kesaksian, namun demikian ia najis dan haram.
Syariat Islam telah mengharamkan khamr sejak 14 abad yang lalu. Hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugrah Allah yang harus dipelihara sebaik-baiknya. Saat ini kalangan non-Muslim mulai menyadari manfaat diharamkannya khamr setelah terbukti membawa kerugian.
Menyangkut pengharaman khamr, di dalam buku 12 Hukum Terkait Khamar karya Ahmad Sarwat terbitan Rumah Fiqih Publishing, dalam Islam maka hal tersebut dapat dilihat dari sekian banyak ayat Alquran maupun hadits yang menjelaskan dampak negatif khamr. Merujuk pada Alquran maka setidaknya ada empat tahap yang dilalui sampai terbentuknya label haram.
وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti. (QS. An-Nahl:67)