REPUBLIKA.CO.ID, ULSAN -- Pengemudi truk Korea Selatan memulai aksi mogok yang lebih luas dan lebih agresif pada Jumat (10/6/2022). Mereka mengancam akan sangat membatasi pengiriman bahan baku untuk semikonduktor dan produk petrokimia.
Menurut Kementerian Transportasi Korea Selatan, sekitar 7.500 anggota atau sekitar 35 persen dari serikat Solidaritas Pengemudi Truk Kargo diperkirakan akan mogok pada Jumat. Pemerintah memperkirakan bahwa sekitar enam persen dari 420 ribu pengemudi truk di negara itu adalah anggota serikat pekerja.
Serikat pekerja berpendapat bahwa jumlah pemogokan jauh lebih tinggi dari perkiraan pemerintah. Banyak pengemudi truk non-serikat juga menolak untuk bekerja.
Pejabat senior serikat pengemudi truk Park Jeong-tae mengatakan, beberapa tindakan baru yang akan diberikan seperti pengemudi truk berencana untuk menghentikan pengiriman bahan baku untuk semikonduktor yang diproduksi di Ulsan. Meski pejabat serikat pengemudi truk Kim Gyeong-dong mengatakan, serikat kehabisan dana untuk membiayai pemogokan pada Kamis dan tidak mungkin pemogokan dapat berlangsung 10 hari lagi. Beberapa perusahaan mencari untuk membuat rencana darurat baru.
Pemogokan sudah memasuki hari keempat dalam upaya memprotes kenaikan biaya bahan bakar. Tindakan tersebut telah mengurangi separuh produksi di kompleks pabrik terbesar Hyundai Motor Co pada Kamis (9/6/2022) dan telah mengganggu pengiriman untuk berbagai perusahaan termasuk raksasa pembuat baja POSCO.
Lalu lintas peti kemas di pelabuhan juga melambat tajam. Menurut pejabat pemerintahan, di pelabuhan Busan yang menyumbang 80 persen dari aktivitas peti kemas negara itu, lalu lintas turun ke sepertiga dari tingkat normal pada Jumat.
Sedangkan di pelabuhan Incheon, arus turun ke 20 persen dari tingkat normal. Sementara di pelabuhan Ulsan yang merupakan pusat industri menghadapi banyak aksi mogok terjadi dan lalu lintas peti kemas dihentikan total sejak Selasa (7/6).
Korea Selatan adalah pemasok utama semikonduktor, telepon pintar, mobil, baterai, dan barang elektronik. Tindakan industri terbaru semakin meningkatkan ketidakpastian atas rantai pasokan global yang telah terganggu oleh pembatasan ketat Cina terhadap Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina.
Dihadapkan dengan salah satu tantangan ekonomi besar pertamanya, Presiden baru Yoon Suk-yeol telah mengambil sikap netral dengan mengatakan, pemerintah tidak boleh terlalu terlibat. Hal itu membuat beberapa pengamat khawatir dengan menilai pernyataan Yoon dapat menghambat kemampuan pemerintah untuk memberikan solusi.
"Pemerintah perlu meninjau kembali tuntutan serikat pekerja. Mereka tidak perlu menerima semuanya, tetapi saya pikir mereka dapat membuat situasi sedikit lebih mudah jika mereka dapat mempertimbangkan untuk memberikan subsidi sehingga pengemudi truk dapat mengatasi kenaikan harga bahan bakar," kata profesor ekonomi di Sookmyung Women's University Shin Se-don.
Serikat pekerja mengatakan pertemuan dengan pemerintah berakhir tanpa kesepakatan pada Jumat. Mereka akan bertemu lagi pada Sabtu (11/6). Polisi mengatakan, sekitar 30 anggota serikat pekerja telah ditangkap sejauh ini.