REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kongres Rakyat Nasional China (NPC) mengecam keras Perlemen Eropa yang mengesahkan resolusi hak asasi manusia terkait etnis minoritas Muslim Uighur di Daerah Otonomi Xinjiang, China.
"Kami sangat menentang keras manipulasi politik dan mengintervensi urusan dalam negeri China dengan mengatasnamakan hak asasi manusia," kata juru bicara Komisi Urusan Luar Negeri NPC You Wenze kepada pers di Beijing, Jumat (10/6/2022).
Parlemen Eropa pada Kamis (9/6/2022) mengesahkan resolusi hak asasi manusia terkait Xinjiang, mengkritik pelanggaran HAM dan genosida yang dilakukan Beijing terhadap etnis Uighur.
"Penghormatan dan perlindungan HAM itu sangat penting dalam Undang-Undang Dasar China," kata You.
Sejak Republik Rakyat China terbentuk pada 70 silam, jelas dia, Xinjiang telah mengalami kemajuan yang sangat berarti. Sejak 1955 hingga 2020 Produk Domestik Bruto Xinjiang naik 160 kali lipat dan pendapatan per kapita juga naik 30 kali lipat sehingga mampu mengentaskan penduduk di wilayah barat laut China itu dari jurang kemiskinan. Tingkat harapan hidup warga Xinjiang naik dari rata-rata 30 tahun pada 1949 menjadi rata-rata 74,7 tahun pada 2019.
You menegaskan bahwa isu Xinjiang tidak terkait dengan hak asasi manusia, latar belakang etnis dan agama, melainkan tentang pemberantasan terorisme dan separatisme. Setiap masjid di Xinjiang mampu menampung 530 umat Islam, bahkan lebih banyak daripada masjid-masjid di Barat, demikian pernyataan misi khusus China di Uni Eropa.
Sehari sebelumnya atau bersamaan dengan pengesahan resolusi oleh Parlemen Eropa itu, Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang menggelar pengarahan pers secara daring. Dalam pengarahan pers pada Kamis (9/6/2022) sore itu lebih banyak diketengahkan tentang testimoni warga etnis Uighur yang menikmati hasil kerja kerasnya selama ini, terutama dalam segi finansial.
Sebelumnya Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCHR) Michelle Bachelet melakukan kunjungan ke Guangzhou dan Xinjiang pada 23-28 Mei 2022. Kunjungan tersebut tidak lepas dari adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap Uighur. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan atau rekomendasi secara tegas terkait pelanggaran HAM seperti yang dituduhkan UNHCHR kepada Beijing.