REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uji klinis fase ketiga vaksin BUMN menuai apresiasi dari sejumlah pihak. Pengembangan vaksin yang memasuki tahap akhir menandakan bukti bahwa Indonesia memiliki kemampuan mumpuni sebagai produsen vaksin covid-19.
"Kami menyambut baik perkembangan terakhir dari vaksin BUMN ini. Sudah saatnya, Indonesia berdiri sejajar dengan negara-negara maju dalam rangka upaya memproduksi vaksin covid-19 secara mandiri," ujar Peneliti Disaster Management Research Unit, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Muhammad Habib Abiyan Dzakwan di Jakarta, Jumat (10/6/2022).
Abiyan menilai pengembangan vaksin BUMN memiliki arti penting mengingat pandemi belum akan menghilang sepenuhnya dalam waktu dekat. Abiyan mengatakan kondisi pandemi membutuhkan waktu yang lama untuk benar-benar menghilang dan bukan tidak mungkin untuk dapat muncul kembali.
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, lanjut dia, kebutuhan vaksin ini akan terus ada untuk melindungi penduduk dari potensi penyebaran covid-19. Abiyan menyebut vaksin yang sudah disuntikkan sebelumnya tentu memiliki batas waktu efektif.
"Kita telah melihat beberapa negara mengalami lonjakan kembali terlepas dari tingkat vaksinasi yang tinggi," sambung dia.
Abiyan menyampaikan, kedaulatan kesehatan nasional juga berkaitan dengan pembiayaan yang harus disiapkan. Dengan kemampuan untuk memproduksi vaksin covid-19 sendiri, setidaknya dapat mengurangi beban biaya yang muncul saat mengimpor vaksin.
"Vaksin yang diproduksi secara domestik tentu telah menyesuaikan karakteristik dari masyarakat Indonesia itu sendiri," lanjut Abiyan.
Abiyan mengatakan pengembangan vaksin BUMN harus memastikan telah mengikuti kaidah-kaidah saintifik yang berlaku secara universal dan diterima di tingkat internasional. Koordinasi dan pengawasan dari para ahli serta lembaga terkait menjadi yang utama, termasuk dengan Kementerian Kesehatan, BPOM, dan WHO untuk tingkat internasional.
Selain itu infrastruktur produksi vaksin juga telah tersedia tidak hanya di satu wilayah. Apabila memungkinkan Indonesia harus memiliki pusat-pusat penelitian dan produksi vaksin di tingkat regional sehingga mempercepat proses produksinya.
"Kolaborasi dengan sektor swasta tentunya sudah harus menjadi pertimbangan dalam rangka memproduksi vaksin nasional ini. Terakhir, perlu komitmen khusus untuk memastikan pembiayaan untuk produksi vaksin ini tersedia secara berkelanjutan," ucap Abiyan.
Abiyan mengatakan tantangan utama vaksin BUMN ke depan ialah memastikan bahan baku vaksin yang dibutuhkan tersedia sepenuhnya di dalam negeri. Paling tidak mayoritas bahan baku ataupun komponen yang penting sudah bisa diproduksi Indonesia sendiri.
Selain itu, ketahanan rantai pasok baik mulai dari bahan baku hingga distribusi vaksin tersebut ketika telah mendapatkan otorisasi dari lembaga berwenang juga menjadi tantangan utama.
"Kita tahu Indonesia negara yang sangat luas dan terdiri atas pulau-pulau. Sehingga, tantangannya bagaimana vaksin BUMN ini agar dapat sesuai dengan rantai dingin (cold chain) yang ada di tingkat puskesmas," lanjut dia.
Selain itu, Abiyan memandang faktor komunikasi publik juga menjadi hal yang penting. BUMN bisa bekerja sama dengan lembaga keagamaan dan lembaga masyarakat sipil dalam menginformasikan manfaat dari vaksin BUMN tersebut.
Ia menyebut keberhasilan vaksin BUMN bukan hanya dapat meningkatkan ketahanan kesehatan nasional, melainkan juga menjadi alat diplomasi Indonesia dalam membantu negara lain dalam menghadapi pandemi. Keberhasilan ini juga akan menjadi ajang pembuktian kemajuan penelitian dan pengembangan kesehatan Indonesia di tingkat internasional.
"Indonesia bukan lagi hanya sekadar pasar dari vaksin luar, tetapi juga mampu menjadi produsen berstandar dunia. Artinya vaksin tersebut juga sangat memungkinkan untuk menjadi komoditas ekspor baru dari Indonesia," kata Abiyan.