Sabtu 11 Jun 2022 17:29 WIB

Catatan Kritis Ibnu Al Jauzi Terkait Praktik Tasawuf yang Menyimpang

Praktik tasawuf menyimpang kerap tak didasari ilmu syariat

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi praktik tasawuf menyimpang. Praktik tasawuf menyimpang kerap tak didasari ilmu syariat
Foto: Thoudy Badai/Republika
Ilustrasi praktik tasawuf menyimpang. Praktik tasawuf menyimpang kerap tak didasari ilmu syariat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tak dapat dimungkiri praktik sebagian kalangan sufi yang aktif menggeluti tasawuf dan tarekat, telah bergeser dari hakikat dan subtansi tasawuf itu sendiri.  

Dikutip dari buku Talbis Iblis karya Ibnu Al Jauzi dengan pentahqiq Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Istilah tasawuf atau sufi muncul guna menyebut ihwal suatu kaum sebelum tahun 200 Hijriyah. Pada waktu istilah ini dimunculkan oleh generasi pertama membahas dan menyebutkan ciri khas dengan banyak ungkapan.

Baca Juga

Intinya, inti tasawuf adalah mengolah jiwa serta melatih watak dengan mencegahnya dari akhlak-akhlak tercela dan mendorongnya agar bisa berakhlak mulia, misalnya zuhud, santun, sabar, ikhlas, jujur, dan beragam sifat baik lainnya, yang mendatangkan banyak pujian di dunia dan pahala di akhirat.  

Ibnu Al Jauzi menyebutkan, demikianlah kondisi generasi pertama kaum sufi, sebelum Iblis mengelabui sebagian mereka dalam banyak aspek ideologi, juga mengelabui generasi setelah mereka yang menjadi pengikut mereka. 

Tiap satu generasi berlalu, Iblis makin berambisi menyesatkan generasi berikutnya, sehingga mereka semakin tertipu. Dan pada akhirnya, Iblis benar-benar leluasa menguasai generasi terakhir.  

Faktor yang membuat Iblis amat mudah menipu kaum sufi ialah terhalangnya mereka dari ilmu. Iblis memberi tahu ke mereka bahwa tujuan ilmu tak lain adalah amal. 

Setelah lentera ilmu mereka padam, mereka berjalan tidak tentu arah dalam kegelapan. Di antara mereka ada yang diberi tahu Iblis bahwa tujuan ilmu yaitu meninggalkan dunia secara total, sehingga mereka ini menolak apa saja yang diperlukan oleh tubuh, menyamakan harta dengan kalajengking, hingga mereka lupa bahwa harta diciptakan pula untuk menggapai maslahat. Mereka membebani jiwa secara berlebihan, sampai-sampai tidak pernah tidur.  

Baca juga: Neom Megaproyek Ambisius Arab Saudi, Dirikan Bangunan Terbesar di Dunia

Mereka ini, sebenarnya bermaksud baik, hanya saja salah jalan. Sebagian kaum sufi ada yang tanpa sadar telah mengamalkan hadits-hadits maudhu’ (riwayat palsu). Ini terjadi karena keterbatasan ilmu.  

Terdapat kerancuan dalam menjelaskan penisbatan istilah sufi. Kalangan lain berpendapat bahwa tasawuf dinisbatkan kepada Ahlush Shuffah (Sahabat yang tinggal di beranda rumah Nabi Muhammad ﷺ). Mereka berpendapat demikian lantaran Ahlush Shuffah memiliki sitat yang sama tentang sifat khas yang dimiliki oleh golongan Sufah, yaitu fokus beribadah kepada Allah dan konsisten hidup dalam kondisi fakir. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement