Oleh : Prof Syihabuddin Qalyubi, guru besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
REPUBLIKA.CO.ID, —Kementerian Agama RI paling produktif, dibandingkan negara Muslim lainnya, dalam menerbitkan kitab tafsir, dalam bentuk Tafsir Ringkas yang terdiri dari (2) volume, tafsir taḥlīli lengkap 30 juz (Alquran dan Tafsirnya), disusul tafsir tematik, tafsir ilmi serta produk seputar Ulumul Quran.
Sejak 2008 hingga 2017, Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran (LPMQ) telah menerbitkan 42 volume tafsir tematik yaitu 26 volume produk tafsir tematik dan 16 volume Tafsir Ilmi dengan beragam judul. Produk Tafsir Alquran Tematik seri pertama (I) mulai diterbitkan sejak 2008-2012.
Sedangkan pada produk tafsir tematik seri kedua (II) diterbitkan sejak 2013 terdiri dari 12 volume. Di samping tafsir tematik, Kementerian Agama juga menyusun genre tafsir ilmi dengan melibatkan penulis dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang BRIN). Genre tafsir ilmi ini terdiri dari 16 volume judul yang terkait dengan beragam topik yaitu biologi, fisika, astronomi, arkeologi, dan lain sebagainya.
Sebagai produk karya ilmiah, Tafsir Kementrian Agama RI terbuka untuk diteliti dan dikritisi. Berkaitan dengan hal itu, baru-baru ini Akhmad Supriadi, asal Muara Teweh, dosen IAIN Palangka Raya, Kalimantan Tengah, telah meneliti Tafsir Kementerian Agama dari perspektif maskulinitas dan mempertahankannya dalam bentuk disertasi di hadapan Sidang Promosi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dengan judul Negara, Tafsir Dan Seksualitas; Konstruksi Maskulinitas dan Relasi Kuasa Dalam Tafsir Alquran Tematik dan Tafsir Ilmi Kementerian Agama Republik Indonesia.
Disertasi ini bertujuan untuk menjelaskan aspek konstruksi maskulinitas dan relasi kuasa yang hadir dalam wacana seksualitas pada Tafsir Alquran Tematik dan Tafsir Ilmi Kementerian Agama Republik Indonesia, difokuskan pada wacana seksualitas. Dalam penelitiannya Ahmad Supriadi memfokuskan pada tiga permaslahan akademik:
1. Mengapa Kementerian Agama merasa perlu menulis Tafsir Tematik dan Tafsir Ilmi secara tersendiri serta memasukkan tema-tema terkait seksualitas di dalamnya?
2. Bagaimana Tafsir Tematik Kementerian Agama dan Tafsir Ilmi Kementerian Agama menafsirkan tema-tema seksualitas?
3. Bagaimana konstruksi maskulinitas direpresentasikan dalam penafsian seksualitas tersebut, dan bagaimanakah relasi kuasa berperan dalam konstruksi tersebut?
Dalam menganalisis tiga permasalahan akademik di atas Ahmad Supriadi menggunakan dua teori; pertama, teori maskulinitas hegemonik (hegemonic masculinity) yang digunakan untuk menjelaskan konstruksi maskulinitas dalam wacana seksualitas pada Tafsir Tematik dan Tafsir Ilmi.
Baca juga: Neom Megaproyek Ambisius Arab Saudi, Dirikan Bangunan Terbesar di Dunia
Kedua adalah teori relasi kuasa pengetahuan (power–knowledge) sebagai alat untuk menjelaskan bentuk kuasa yang hadir dalam penyusunan dan wacana tafsir Kementerian Agama tersebut.
Dimaksudkan dengan konsep seks dalam disertasi ini adalah sebuah konsep tentang pembedaan jenis kelamin manusia berdasarkan faktor-faktor biologis, hormonal, dan patologis. Sedangkan seksualitas adalah semua hal yang berkaitan dengan organ seks, reproduksi, erotisisme, orientasi seksual, identitas seksual, identitas dan peran gender, kemesraan, dan kenikmatan.