Ahad 12 Jun 2022 14:59 WIB

1.200 Warga Palestina di Masafer Yatta Terancam Digusur

Penduduk Palestina menolak untuk pergi dari tanah mereka.

Rep: Rizky Jaramaya/Reuters/ Red: Muhammad Fakhruddin
 Polisi perbatasan Israel berjaga-jaga saat buldoser Israel menghancurkan sebuah rumah di kawasan Tepi Barat Masafer dekat Yatta, 25 November 2020. Israel secara rutin menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di Tepi Barat dengan alasan hilangnya izin bangunan di daerah tersebut.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Polisi perbatasan Israel berjaga-jaga saat buldoser Israel menghancurkan sebuah rumah di kawasan Tepi Barat Masafer dekat Yatta, 25 November 2020. Israel secara rutin menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di Tepi Barat dengan alasan hilangnya izin bangunan di daerah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID,TEPI BARAT -- Sekitar 1.200 warga Palestina di Masafer Yatta, wilayah pendudukan Tepi Barat berisiko menghadapi pemindahan paksa untuk memberi jalan bagi zona tembak tentara Israel. Keputusan ini diambil oleh pengadilan tinggi Israel, setelah terjadi pertempuran hukum antara Palestina dan Israel selama puluhan tahun.

Keputusan tersebut membuka jalan bagi salah satu perpindahan terbesar sejak Israel merebut wilayah Tepi Barat dalam perang Timur Tengah 1967. Penduduk Palestina menolak untuk pergi dari tanah mereka, dan berharap dunia internasional dapan menekan serta mencegah Israel melakukan penggusuran.

Baca Juga

"Mereka ingin mengambil tanah ini dari kami untuk membangun pemukiman. Kami tidak akan pergi," kata Wadha Ayoub Abu Sabha, seorang penduduk al-Fakheit. 

Pada 1980-an, Israel mendeklarasikan daerah Masafer Yatta sebagai zona militer tertutup yang dikenal sebagai “Zona Penembakan 918.” Israel berargumen di pengadilan bahwa, lahan seluas 3.000 hektare di sepanjang perbatasan Israel-Tepi Barat ini sangat penting”untuk tujuan pelatihan. Israel mengatakan, orang-orang Palestina yang tinggal di wilayah itu hanyalah penduduk musiman. 

Warga Palestina yang tinggal di Masafer Yatta berprofesi sebagai penggembala dan petani. Mereka mengklaim memiliki hubungan historis dengan tanah tersebut.

 “Ini merupakan tahun kesedihan yang luar biasa,” kata Abu Sabha, yang suaranya pecah saat dia duduk di salah satu dari beberapa tenda yang masih berdiri, dan diterangi oleh satu bola lampu.

Komunitas Palestina di bagian South Hebron Hills ini secara tradisional tinggal di gua bawah tanah.  Selama dua dekade terakhir, mereka mulai membangun gubuk yang terbuat dari seng di atas tanah. Abu Sabha mengatakan, pasukan Israel telah menghancurkan konstruksi baru ini selama bertahun-tahun.

"Sekarang setelah mereka (Israel) mendapat dukungan pengadilan, penggusuran kemungkinan akan berlanjut," ujar Abu Sabha. 

Sejumlah barang milik keluarga Abu Sabha menjadi tumpukan puing setelah tentara Israel menghancurkannya dengan buldoser. Dia mengalami kerugian yang signifikan, yaitu kehilangan ternak dan perabotan rumah tangga.

Selama kasus penggusuran ini bergulir di pengadilan, Slsebagian besar argumen berpusat pada apakah orang-orang Palestina yang tinggal di daerah itu adalah penduduk tetap atau penghuni musiman. Mahkamah Agung Israel menyimpulkan bahwa, penduduk Palestina itu gagal membuktikan klaim tempat tinggal permanen mereka, sebelum daerah itu dinyatakan sebagai zona tembak.  

Selama persidangan, Israel dan Palestina saling beradu argumen dengan menunjukkan foto udara dan kutipan dari buku berjudul “Life in the Caves of Mount Hebron,” yang ditulis oleh antropolog Israel Yaacov Havakook dan diterbitkan pada 1985. Havakook menghabiskan waktu tiga tahun untuk mempelajari kehidupan petani dan gembala Palestina di wilayah Masafer Yatta.

Havakook menolak berkomentar lebih lanjut tentang persidangan antara Israel dan Palestina yang memperrbutkan wilayah Masafer Yatta. Havakook mengatakan, dia telah mencoba untuk mengajukan pendapat ahli atas nama penduduk Palestina mengikuti permintaan dari salah satu pengacara mereka. Namun Kementerian Pertahanan Israel mencegahnya. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa mengutuk putusan pengadilan, dan mendesak Israel untuk menghentikan pembongkaran serta penggusuran warga Palestina. "Pembentukan zona tembak tidak dapat dianggap sebagai 'alasan militer penting' untuk memindahkan penduduk yang berada di bawah pendudukan," kata juru bicara Uni Eropa dalam sebuah pernyataan.

Dalam transkrip pertemuan menteri pada 1981 terkait pemukiman yang ditemukan oleh peneliti Israel, Menteri Pertanian Ariel Sharon saat itu, menyarankan militer Israel memperluas zona pelatihan di South Hebron Hills untuk merampas tanah penduduk Palestina. Sharon menambahkan, terjadi penyebaran penduduk desa Arab dari perbukitan menuju padang pasir.

 “Kami ingin menawarkan lebih banyak zona pelatihan kepada Anda,” kata Sharon.

Militer Israel mengatakan kepada Reuters bahwa, daerah itu dinyatakan sebagai zona tembak untuk berbagai pertimbangan operasional yang relevan. Menurutnya, warga Palestina melanggar perintah penutupan dengan membangun tanpa izin selama bertahun-tahun.

Menurut PBB, pihak berwenang Israel menolak sebagian besar aplikasi Palestina untuk izin bangunan di Area C. Area ini adalah petak tanah yang membentuk dua pertiga dari Tepi Barat, dan berada di bawah kendali Israel. Sebagian besar pemukiman Yahudi juga berada di Area C.  

Data PBB juga menunjukkan bahwa Israel telah menandai hampir 30 persen Area C sebagai zona tembak militer.  Penunjukan tersebut telah menempatkan 38 komunitas Palestina yang paling rentan pada peningkatan risiko pemindahan paksa.

Sementara, pembangunan pemukiman Yahudi di daerah tersebut terus berkembang. Hal ini semakin membatasi pergerakan warga Palestina dan ruang yang tersedia bagi penduduk untuk bertani dan menggembalakan domba serta kambing mereka.

“Semua zaitun ini adalah milikku,” kata Mahmoud Ali Najajreh dari dusu  al-Markez yang terancam digusur.

Sebanyak 3.500 pohon zaitun yang ditanam oleh Ali Najajreh dua tahun lalu mulai bertunas. "Kami akan menunggu debu mengendap, lalu membangun lagi. Lebih baik kita mati daripada pergi dari sini," kata Najajreh kepada Reuters. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement