REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sebanyak 15 restoran cepat saji versi baru McDonald's dibuka di Moskow pada Ahad (12/6). Restoran cepat saji ini kembali dibuka di bawah kepemilikan baru dan nama baru, yaitu "Vkusno & tochka", yang berarti "Tasty & that's it."
Ahad pagi menandai hari baru bagi pecinta makanan cepat saji Rusia. Restoran yang sebelumnya dijalankan oleh jaringan makanan cepat saji Barat yang sangat populer, dibuka kembali dengan merek baru. Sebanyak 50 gerai lainnya akan menyusul dibuka pada Senin (13/6).
McDonald's menjadi salah satu perusahaan global terbesar yang meninggalkan Rusia. Restoran cepat saji ini menjual semua restorannya setelah beroperasi di Rusia selama lebih dari 30 tahun, menyusul invasi Ukraina. Krisis kemanusiaan dalam perang di Ukraina, membuat McDonald's memutuskan mereka tak bisa lagi berbisnis di negara tersebut.
Dalam pernyataan resmi, McDonald's mengatakan, ini merupakan langkah lanjutan setelah mereka menutup sementara restoran di Rusia dan menunda bisnis di sana. Setelah dijual, restoran yang baru tak boleh lagi memakai nama, logo, branding dan menu McD.
Jaringan restoran cepat saji ini mengatakan, prioritas mereka adalah memastikan para karyawan di McDonald's Rusia terus mendapatkan gaji hingga semua transaksi dihentikan dan mereka akan dipekerjakan oleh pembeli potensial.
"Kami sangat bangga terhadap 62 ribu karyawan yang bekerja di restoran kami, bersama ratusan pemasok Rusia yang mendukung bisnis kami dan waralaba lokal kami. Dedikasi dan kesetiaan mereka terhadap McDonald's membuat pengumuman ini sangat sulit," kata Presiden dan Chief Executif Officer McDonald's Chris Kempczinski dalam pernyataan.
Jaringan restoran siap saji yang dikenal lewat burger ini, mewakili ketegangan Perang Dunia yang telah mencair. Beroperasinya McDonald's di Rusia menjadi cara warga negara tersebut mencicipi makanan Barat, meski harga sebuah burger beberapa kali lebih mahal dibandingkan anggaran harian rata-rata penduduk.
"Sebagian mungkin berargumen menyediakan akses makanan dan terus mempekerjakan puluhan ribu masyarakat adalah hal yang benar. Akan tetapi tak mungkin mengabaikan krisis kemanusiaan yang disebabkan perang di Ukraina," kata Kempczinkin dalam suratnya kepada karyawan.