Senin 13 Jun 2022 13:51 WIB

Baleg: Pemerintah Godok DIM Revisi UU Pendidikan Kedokteran

Revisi UU tersebut tak kunjung dibahas karena masih menunggu DIM dari pemerintah.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran merupakan usulan inisiatif DPR yang telah ditetapkan pada 30 September 2021. Namun, draf revisi UU tersebut tak kunjung dibahas karena masih menunggu daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah.

"Saya sudah berkomunikasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dengan Menteri Kesehatan kemarin, dalam waktu dekat memang DIM-nya lagi digodok dan yang kedua kita berharap dalam waktu yang tidak terlalu lama akan segera dibahas," ujar Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas dalam rapat dengar pendapat umum dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Senin (13/6/2022).

Baca Juga

Di samping itu, ia menyampaikan pesan kepada anggota Baleg untuk memisahkan ranah revisi UU Pendidikan Kedokteran dengan materi muatan Undang-Undang, yaitu UU 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Mereka diminta untuk objektif dan tak terpengaruh dengan polemik yang berkaitan dengan IDI.

"Itu (kedokteran) terdiri dari seluruh stakeholder yang berkepentingan dengan ini, termasuk tokoh seperti syarakat juga ada di dalam. Saya harap polemik yang ada di luar tidak membuat akhirnya kita lupa tujuan cita-cita kita melahirkan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran," ujar Supratman.

Menurut dia, IDI hanyalah satu komponen yang akan menjaga soal etik, bukan yang lain-lain seperti yang orang ributkan seakan-akan punya kekuasaan powerful. "Padahal kan rekomendasi saja, yang menentukan orang praktik atau tidak adalah pemerintah juga," kata dia.

Ia mengatakan, perlu ada perbaikan dalam pendidikan kedokteran di Indonesia, yang salah satu upayanya lewat revisi UU tersebut. Salah satu tujuannya adalah agar distribusi dokter di seluruh wilayah Indonesia merata.

"Kita fokus dulu di Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, kita mau sadari sepenuhnya bahwa pendidikan kedokteran saat ini biayanya mahal. Siapa yang bertanggung jawab kalau biaya mahal, Pak Irmadi sudah menyampaikan negara harus turun tangan," ujar Supratman.

Kedua, investasi masalah soal bidang kedokteran yang mahal, apalagi dengan sistem size dan teknologi. Bagaimana mengantisipasi robotik yang akan berperan dalam dunia kedokteran.

Berdasarkan naskah akademik tim ahli Baleg terkait revisi UU Kedokteran, terdapat tujuh poin yang akan dikaji dan dianalisa. Berikut tujuh poin tersebut:

1. Model Pendidikan Kedokteran di Indonesia

2. Pembiayaan Pendidikan Kedokteran

3. Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan

4. Ijazah, sertifikat, Kompetensi, Profesi

5. Konsil Kedokteran Indonesia

6. Dokter Layanan Primer (DLP)

7. Jumlah dan Distribusi Dokter

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement